Sekretaris Dinas Kesehatan Gunung Kidul Priyanta Madya Satmaka di Gunung Kidul, Selasa, mengatakan pada 2016 terdapat 429 penderita yang berhasil dideteksi, sedang di 2017 jumlahnya meningkat menjadi 472 orang.
"Kuman tuberkolosis lebih mudah menular melalui udara. Kalau ada seseorang yang memiliki spultum atau dahak mengandung TBC, kemudian batuk, membuang ludah atau bersin maka dengan mudah bisa menular ke yang lainnya," katanya.
Ia mengatakan khususnya mereka yang berada di daerah padat penduduk, TBC akan cepat menular. Di Gunung Kidul sendiri tercatat ada lima kecamatan dengan pengidap penyakit TBC paling banyak. "Secara umum lima kecamatan itu adalah Semanu, Playen, Ponjong, Semin dan Paliyan," katanya.
Priyanta mengatakan pemerintah pusat di 2035 mendatang mencanangkan Indonesia sebagai negara bebas TBC. Untuk itu Gunung Kidul terus melakukan penelusuran wilayah potensi TBC, kemudian dilakukan penanganan.
"Kami berupaya untuk melakukan penyisiran," katanya.
Selain itu, kata Priyanta, TBC sangat mudah masuk ke dalam tubuh pengidap HIV. Sebab kondisi kekebalan tubuh pengidap virus tersebut menjadi lebih lemah sehingga saat ada seseorang yang memiliki kuman TBC, lalu batuk, bersin atau membuang ludah, dengan mudahnya dapat menularkan kepada mereka yang hidup dengan HIV.
"Jadi banyak yang salah kaprah, memang benar dua-duanya menakutkan. TBC bahkan dapat membunuh pengidap HIV secara lebih cepat. Dari 472 kasus TBC di Gunungkidul, 15 persen adalah penderita HIV," imbuh Priyanto.
Pengawas dan Supervisor, Dinas Kesehatan Gunung Kidul Murgiono menambahkan pihaknya menggandeng masyarakat, lembaga sosial, oragisasi kemasyarakatan hingga organisasi keagamaan untuk menditeksi penyakit TBC.
"Deteksi dini terhadap TBC dapat dilihat potensi batuk yang tidak sembuh-sembuh selama dua minggu," katanya.
Pewarta: Sutarmi
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018