"Jadi (pemilihan lokasi) Perhutanan Sosial itu biasanya ditandai, kalau penutupan hutan itu sudah kurang. Kalau yang masih bagus itu pasti aksesnya jauh dari lokasi masyarakat, jadi itu tidak diberikan," kata Sesditjen Planologi dan Tata Ruang KLHK Yuyu Rahayu dalam Forum Medan Merdeka Barat 9 yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika di Jakarta, Selasa.
Lebih dari itu, menurut dia, hutan-hutan gundul dan nonproduktif yang dilepas untuk Perhutanan Sosial kebanyakan memang sudah didiami oleh masyarakat.
Sehingga, lanjut Yuyu, SK Menteri LHK untuk Perhutanan Sosial justru memberikan aspek legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan-hutan yang kebanyakan gundul tersebut, sebagai dampak konflik sosial dan kepentingan dalam masyarakat.
Dengan diberikan SK Menteri LHK untuk Perhutanan Sosial, menurut dia, masyarakat tidak hanya diberikan aset legal tetapi juga akses.
"Dengan status legal tersebut kelompok masyarakat yang mendapat ijin Perhutanan Sosial tentu akan lebih mudah mendapat akses permodalan, bantuan pemerintah atau dari Dinas Pekerjaan Umum. Karena semua dibentuk menjadi klaster-klaster pembangunan," ujar dia.
SK tersebut juga mencakup aturan agar masyarakat tidak mengimbau pohon-pohon yang masih berada di kawasan Perhutanan Sosial, kata Yuyu.
Baca juga: Rini: Perhutanan sosial tingkatkan ekonomi petani
Baca juga: Darmin: perhutanan sosial solusi sengketa lahan petani
Baca juga: Presiden bagikan SK perhutanan sosial di ladang jagung
Program Perhutanan Sosial membuka kesempatan bagi masyarakat sekitar hutan untuk mengajukan hak pengelolaan area hutan kepada pemerintah.
Setelah disetujui, masyarakat dapat mengolah dan mengambil manfaat dari hutan dengan cara-cara yang ramah lingkungan sehingga masyarakat akan mendapat berbagai insentif berupa dukungan teknis dari pemerintah dalam mengelola perkebunan tanaman dalam areal yang mereka ajukan. Hasil panen dari perkebunan ini dapat kemudian dijual oleh masyarakat demi pemenuhan kebutuhan ekonominya sehari-hari.
Presiden Joko Widodo mengarahkan seluruh hambatan dalam merealisasi perhutanan sosial bisa segera diatasi, termasuk meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya untuk segera menyederhanakan regulasi dan prosedur sehingga perhutanan sosial mudah diakses oleh masyarakat.
Perhatian juga harus diberikan terhadap hak-hak masyarakat adat dan segera mengeluakan penetapan Hutan Adat terutama yang telah memenuhi persyaratan.
Pewarta: Virna P. Setyorini
Editor: Gilang Galiartha
Copyright © ANTARA 2018