"Tunjukan kamu proporsional dan profesional, tentara yang benar, benteng Sapta Marga, itu harapan kita semua, harapan bangsa ini," kata Menhan saat memberikan pembekalan kepada segenap Komandan Satuan (Dansat) di Jajaran Kodam Jaya, di Rindam Jaya, Jakarta, Selasa.
Dihadapan sekitar 241 Perwira TNI AD, mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini mengatakan, dalam menyikapi pelaksanaan Pilkada maupun Pemilu 2019, maka setiap Prajurit TNI hendaknya selalu bersikap hati-hati, yakni harus betul-betul proporsional dan profesional dengan memegang teguh Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.
"Semua harus menyadari, terutama Tentara dan Polisi. Kalau Tentara dan Polisi sudah ikut- ikutan berpolitik yang seharusnya tidak boleh berpolitik, itu sama saja mengajarkan rakyat tidak benar," ujar Ryamizard.
Purnawirawan Jenderal bintang empat ini juga menekankan agar prajurit TNI untuk terus menjaga dan memelihara ideologi Pancasila.
"Jadikan Pancasila, Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 Wajib TNI serta peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai roh dan Pedoman di dalam kehidupan Keprajuritan," ucap Menhan.
Orang nomor satu di Kementerian Pertahanan ini, mengingatkan pernyataan dari Presiden kelima Indonesia, Megawati Soekarnoputri yang menggetarkan hati, pada tahun 2004, saat Megawati berkunjung ke Papua.
Ketika itu Megawati menyatakan "seribu kali pejabat gubernur di Papua diganti, Papua tetap disana, seribu kali pejabat daerah dan bupati Papua diganti, Papua tetap disana, tetapi satu kali TNI ditarik dari tanah Papua, besok Papua merdeka".
"Ini merupakan refleksi dan pengakuan betapa pentingnya keberadaan TNI sebagai benang-benang perekat dan pemersatu bangsa," ujarnya.
Dalam amanat UU Nomor 3/2002 Tentang Pertahanan Negara dan UU TNI No 34/2004, disebutkan bahwa TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan, yang memiliki Tugas pokok untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
"Tugas tersebut dijalankan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara. Kebijakan dan keputusan politik negara ini sejalan dengan prinsip demokrasi kerakyatan, dimana otoritas sipil memilki kewenangan untuk mengendalikan kekuatan militer yang pelaksanaannya didelegasikan kepada presiden melalui Menteri Pertahanan," katanya.
Secara politis, kata Menhan, Menteri Pertahanan sebagai pembantu Presiden dalam bidang pertahanan memiliki otoritas tertinggi didalam mendesain dan menentukan kebijakan strategi pertahanan termasuk di dalamnya melaksanakan kontrol demokratis terhadap kekuatan militer.
Dalam hal ini, lanjutnya, kedudukan TNI adalah sebagai alat atau instrumen pertahanan negara untuk guna mewujudkan objektif arsitektur pertahanan negara tersebut, sementara itu fungsi Polri adalah sebagai instrumen keamanan dan ketertiban masyrakat (Kamtibmas).
Sesuai amanat yang tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada intinya kebijakan strategi pertahanan negara diarahkan guna mengamankan kepentingan nasional, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
"Kata kunci yang diamanatkan kepentingan sasional yang perlu diwujudkan yaitu menjaga keamanan nasional, mewujudkan kesejahteraan rakyat, serta mewujudkan kemajuan bangsa dan ikut serta secara aktif mewujudkan perdamaian dunia yang abadi. Keempat hal tersebut tentunya tidak jauh berbeda dengan visi dan misi dari bangsa-bangsa lain di dunia," kata Menhan Ryamizard.
Baca juga: Jokowi perintahkan tentara dan polisi netral pada tahun politik
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018