"Saya kira masalahnya kita tunggu dulu, kami mengharapkan terjadi penyelesaian antara IDI sebagai organisasi profesi di sini dengan anggotanya yaitu dr Terawan," kata Menkes ditemui usai mengikuti rapat kabinet terbatas di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Ia meminta semua pihak memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan masalah itu secara internal.
"Nanti kita lihat, nanti kita carikan solusinya, kalau sudah ada solusinya ya biarkan," katanya.
Ketika ditanya apakah benar ada kode etik yang dilanggar dr Terawan, Menkes menyatakan belum bisa menjawab.
"Saya belum bisa menjawab karena kami belum terima laporannya," katanya.
Sementara itu Brigjen CKM dr Terawan Agus Putranto Sp.Rad(K) yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI, akan melakukan pembelaan terkait dugaan melakukan pelanggaran etik kedokteran dengan menerapkan metode cuci otak.
Ketua Umum PB IDI Prof dr Ilham Oetama Marsis, SpOG dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, mengatakan dr Terawan memiliki hak untuk mendapat pembelaan dari Biro Hukum, Pembinaan dan Pembelaan anggota PB IDI.
"Pemberian sanksi etik adalah ranah dari MKEK. Tapi sesuai dengan ketentuan organisasi (AD/ART PB IDI), maka dr Terawan memiliki hak untuk mendapat pembelaan," kata Prof Marsis.
Dia mengatakan dalam waktu dekat akan ada forum khusus yang disediakan untuk pembelaan dr Terawan terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh MKEK IDI.
Namun Marsis tidak bisa menyebutkan kapan forum pembelaan tersebut dilaksanakan. "Hal ini sudah dijadwalkan dalam waktu dekat, waktu tidak bisa diinfokan karena bersifat internal," kata dia.
Sebelumnya MKEK ID telah menerbitkan surat yang berisi pemberian sanksi kepada dr Terawan Agus Putranto yang juga Kepala RSPAD Gatot Subroto berupa pemecatan dalam jangka masa satu tahun.
Ketua MKEK IDI DR Dr Prijo Sidipratomo Sp.Rad(K) menandatangi surat pemberian sanksi kepada dr Terawan dengan dugaan berlebihan mengiklankan diri terkait terapi cuci otak melalui metode "Digital Substraction Angiography" untuk pasien stroke.
Alasan lain pemberian sanksi yang tertera di surat itu ialah adanya janji-janji tentang kesembuhan dengan metode cuci otak, padahal MKEK menilai terapi tersebut belum ada bukti ilmiah.
Pewarta: Agus Salim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018