"Peresmian pembentukan Holding Migas dan Pertamina sebagai induk, ditandai dengan penandatanganan akta pengalihan saham seri B milik negara sebesar 56,96 persen di PGN kepada Pertamina oleh Menteri BUMN Rini Soemarno," kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media F. Harry Sampurno, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu.
Menurut Harry, langkah selanjutnya adalah proses integrasi PT Pertagas (anak usaha Pertamina) ke PGN, yang selanjutnya PGN akan menjadi sub-holding Gas di bawah Pertamina.
"Dengan masuknya PT Pertagas ke PGN maka PGN akan menjadi pengelola midstream sampai distribusi dan niaga gas” kata Harry.
Ia menjelaskan, Menteri BUMN juga telah menyetujui perubahan Anggaran Dasar Pertamina terkait perubahan atau peningkatan modal dan menyetujui pula integrasi Pertagas ke dalam PGN.
Beberapa pertimbangan yang disampaikan direksi Pertamina dalam mengintegrasikan Pertagas ke dalam PGN antara lain, lini bisnis yang sama dalam hal transportasi dan niaga gas, terdapat potensi penghematan biaya operasional dan belanja modal (capex) karena hilangnya tumpang tindih dalam pengembangan infrastruktur.
Selanjutnya, dapat menciptakan infrastruktur gas yang terintegrasi, menciptakan kinerja keuangan konsolidasi yang sehat, memperkuat struktur permodalan PGN sehingga membuka ruang untuk meningkatkan kapasitas hutang untuk pengembangan bisnis gas dan meningkatkan setoran dividen serta pajak kepada negara.
Terkait dengan terlewatinya batas waktu 60 hari penandatanganan Akta Pengalihan Saham, sebagaimana dipersyaratkan pada keputusan RUPS Luar Biasa PGN pada 25 Januari 2018 lalu, menurut Harry keputusan tersebut akan dikukuhkan kembali pada RUPS Tahunan PGN 26 April 2018.
"Terlewatinya batas waktu 60 hari dimaksud bukan berarti holding BUMN Migas batal. Sebab, terbentuknya holding secara hukum terjadi saat dilakukannya penandatanganan Akta Pengalihan Saham dimana seluruh hak-hak Negara RI selaku pemegang 56,96 persen saham Seri B di PGN secara hukum telah beralih kepada Pertamina," tegas Harry.
Ia pun kembali mempertegas bahwa perubahan nama PGN dengan menghilangkan kata "Persero" semata-mata merupakan aspek administratif. PGN akan tetap diperlakukan sama dengan BUMN lainnya untuk hal-hal yang sifatnya strategis.
Dengan begitu, negara tetap memiliki kontrol terhadap PGN, baik secara langsung melalui kepemilikan saham Seri A Dwiwarna, maupun secara tidak langsung melalui Pertamina selaku induk, seperti diatur dalam PP 72 Tahun 2016.
"Hal strategis, seperti perubahan anggaran dasar dan pengusulan pengurus perusahaan, masih harus dengan persetujuan saham dwi warna, apalagi jika melakukan perubahan struktur modal atau "right issue" tentu harus dengan persetujuan DPR sebagaimana diatur dalam PP 72/2016," katanya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018