Penyanyi yang rentang suaranya mencapai lima oktaf tersebut membuat dirinya menjadi salah satu artis paling sukses di era 1990-an, di mana dia memutuskan untuk memberi tahu publik guna membantu menghapuskan stigma terhadap gangguan jiwa.
“Sebelum ini saya masih menyangkal dan mengasingkan diri dan selalu takut seseorang akan mengekspose saya,” katanya kepada People dalam kisah utama terbaru majalah tersebut.
Carey, yang menginjak usia 40-an, mengatakan dia mengira dirinya mengalami gangguan tidur, tetapi insomnia dan perasannya yang cepat marah ternyata berasal dari gangguan bipolar, secara umum dikenal sebagai depresi menggila.
“Saya akan merasa sangat sedih dan kesepian – bahkan merasa bersalah karena saya tidak melakukan apa yang perlu saya lakukan untuk karier saya,” ungkapnya.
“Gangguan bipolar tidak harus menentukan siapa dirimu dan saya tidak mau membiarkannya menentukan siapa diri saya atau menguasai saya,” katanya kepada People.
Carey mengatakan dia mengalami gangguan Bipolar tingkat II, yang dicirikan dengan gejala lebih ringan dari Bipolar tingkat I.
Sekitar 2,8 persen orang dewasa di Amerika Serikat mengalami gangguan bipolar pada tahun tertentu, menurut Institut Kesehatan Mental Nasional federal.
Carey telah lama menghadapi pemberitaan yang tidak menyenangkan sebagai seorang diva.
Pada 2001, ia mundur dalam apa yang digambarkan sebagai gangguan fisik dan mental di tengah kegagalan ”Glitter”, yakni film pertamanya di mana ia menjadi peran utama.
Penyanyi kelahiran Long Island itu mengatakan dia mulai minum obat dan menjalani terapi di tengah-tengah kesulitan baru dalam hidupnya.
Dalam beberapa tahun Carey telah bercerai dari aktor Nick Cannon, yang memberinya anak kembar, dan bertunangan dan kemudian berpisah dari miliarder Australia James Packer.
Ia sempat mencetak serangkaian lagu nomor satu termasuk "Hero," "Emotions” dan "One Sweet Day”. Demikian dilansir Kantor Berita AFP.
Penerjemah: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018