• Beranda
  • Berita
  • Balitbangtan: pola "zigzag" dongkrak produksi jagung 20 ton/ha

Balitbangtan: pola "zigzag" dongkrak produksi jagung 20 ton/ha

15 April 2018 11:01 WIB
Balitbangtan: pola "zigzag" dongkrak produksi jagung 20 ton/ha
Pola tanam zigzag dengan bantuan pupuk fosfat alam mampu mendongkrak produksi jagung rata-rata tiga kali lipat hingga 20 ton/hektare. (Humas Balitbangtan)
Jakarta (ANTARA News) - Pola tanam zigzag dengan bantuan pupuk fosfat alam terbukti mampu mendongkrak produksi jagung hingga 20 ton/hektare.

Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Prof. Dr. Dedi Nursyamsi, M.Agr. di Jakarta, Minggu, mengatakan teknologi tanam zigzag membuat sinar matahari yang menyinari tajuk jagung tidak terhambat daun jagung yang saling menaungi bila ditanam lurus. 

"Efeknya laju fotosintesis optimal sehingga produksi hasil fotosintesis optimal," kata Dedi.

Sementara pemberian batuan fosfat alam memasok unsur hara P yang kurang tersedia di tanah masam di Indonesia. 

Ia mengatakan, di Indonesia lebih dari dua pertiga tanah bereaksi masam dan memiliki kadar C-organik rendah (kurang 2 persen) sehingga ketersedian unsur hara N P, K, Ca, dan Mg rendah. 

"Batuan fosfat mengandung P, Ca, dan Mg tinggi serta dapat meningkatkan pH," kata Dedi.  

Oleh karena itu, ia menambahkan, pemberian batuan fosfat alam atau rock phosphate langsung di tanah masam sangat efektif dan efisien dibandingkan pupuk jenis SP-36 atau TSP. 

"Tidak perlu diolah di pabrik sehingga harga lebih murah," katanya.

Badan Litbang Pertanian telah melakukan kerja sama penelitian jangka panjang dengan OCP SA Morocco sebuah BUMN Pupuk dari Kerajaan Maroko yang memiliki rock phosphate mencapai 75 persen deposit dunia. 

"Maroko berpotensi besar sebagai pemasok kebutuhan pupuk P di dunia," kata Dedi. 

Aplikasi inovasi teknologi berupa kombinasi tanam zigzag dengan pupuk batuan fosfat alam di beberapa lahan mampu menghasilkan jagung 20 ton per ha atau setara tiga kali lipat hasil rata-rata petani. 

"Biasa kami hanya panen 6-7 ton per ha," kata Budiono, petani di Desa Gunung Raja, Kecamatan Tambang Ulang, Kabupaten Tanah Laut. 

Hasil serupa dipetik para petani saat demplot jagung di Lampung. 

"Penampilan daun jagung lebar berwarna hijau tua dengan batang besar dan kokoh. Hasil jagungnya juga berlimpah," kata Wayan Sukade, petani Jagung di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Propinsi Lampung. 

Menurut Dr I Putu Wigena, peneliti Balai Penelitian Tanah Bogor, batuan fosfat alam menjadi larut saat diberikan pada lahan masam. 

"Terjadi pelepasan P dari batuan fosfat secara cepat sehingga tanaman langsung dapat menyerap," kata Putu. 

Menurut dia, batuan fosfat juga memiliki efek residu yang lama sehingga manfaatnya dapat bertahan hingga 4-5 musim tanam hanya dengan cukup sekali sebanyak 1 ton per hektare.

Demplot di Kebun Percobaan Balittanah di Taman Bogo, Lampung menunjukkan rata-rata produktivitas jagung  10-11 ton/ha untuk 4-5 kali musim tanam. 

Penelitian juga menunjukkan bahwa efek residu sangat menghemat biaya pembuatan dan aplikasi pupuk fosfat (P).

Dengan demikian kata dia, sebetulnya teknik di masa lalu berupa aplikasi pupuk P yang diasamkan di lahan kering masam menjadi percuma.
 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018