Aura kecemasan kental terasa. Betapa tidak, Indonesia berharap besar pada potensi atlet muda berkaca mata ini, tetapi fakta berbicara belum pernah ada peboling Indonesia bisa menjadi yang terbaik di Asian Games.
Apalagi ketika itu Ryan bersaing dengan juara dunia nomor master Boling 10 Pin (Tenpin Bowling) 2006 asal Filipina Engelberto "Biboy" Rivera.
Namun, peboling bernama lengkap Ryan Leonard Lalisang itu bisa menjebol tembok tebal keragu-raguan. Datang ke Doha dengan status peraih medali emas nomor tunggal putra SEA Games 2005, Manila, Filipina dan Kejuaraan Boling Asia 2006 di Jakarta, dia berhasil membuat lawan-lawannya kesulitan.
Skor di gim kedua dari Ryan yang mencapai 299 poin, atau satu poin lagi mendekati angka sempurna yakni 300 poin, membangkitkan asa kontingen Indonesia akan medali emas.
Dan pada akhirnya itu semua terwujud. Dari tujuh gim, Ryan Lalisang berhasil mendapatkan total 1.442 poin dan menjadi yang terbaik di nomor tunggal putra.
Dia mengangkangi peboling Korea Selatan Cho Bok-eum yang meraih medali perak (1.419 poin) dan atlet Uni Emirat Arab Mahmood Al-Attar (1.401 poin) yang mendapatkan perunggu.
Untuk Indonesia, catatan itu sangat bersejarah karena medali emas tersebut merupakan medali emas Indonesia satu-satunya di cabang olahraga boling Asian Games sampai detik ini.
Sementara bagi Ryan, sekeping medali logam mulia itu menahbiskan dirinya menjadi peboling terbaik di Indonesia dan mengukirkan namanya sebagai salah satu atlet boling papan atas Asia.
Sekarang, hampir 12 tahun berlalu sejak momen gemilang itu, Ryan masih sangat diandalkan untuk mendulang emas di Asian Games, kali ini edisi 2018 di mana Indonesia menjadi tuan rumah.
Pelatih timnas boling untuk Asian Games 2018 Thomas Tan menyebut, di turnamen ini Indonesia berpeluang meraih medali emas dari nomor trio putra.
Mengenai siapa saja peboling yang terpilih untuk nomor trio putra itu, Thomas hanya bisa memastikan satu nama yaitu Ryan Lalisang.
"Ryan Lalisang pasti akan ada di tim terbaik. Dia masih pentolannya di cabang olahraga ini," ujar Thomas.
Ryan memang membuktikan diri belum habis dan masih bisa berkompetisi dengan para peboling muda di usianya yang hampir mencapai 38 tahun.
Dikutip dari laman resmi Federasi Bowling Asia, pria yang lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, tersebut berada di peringkat 14 peboling terbaik Asia pada tahun 2017. Bahkan dua tahun sebelumnya, dia sempat menjadi peboling nomor satu se-Asia.
Selain dia, belum ada peboling Indonesia yang menorehkan catatan apik seperti itu.
Ryan yang lahir 21 Agustus 1980 merupakan anak dari pasangan Robert Lalisang dan Yvonne Kalesaran.
Ryan mengenal boling dari sang ayah yang memang pencinta olahraga gelinding bola itu.
"Saya sejak kecil memang sudah bermain-main di arena boling di Balikpapan," kata dia.
Potensi dan kemampuannya yang baik membuatnya mengikuti beberapa kejuaraan tingkat daerah di umur yang baru belasan tahun.
Pada tahun 1995, Ryan terpilih mengikuti pemusatan latihan nasional Persatuan Boling Indonesia (PBI) yang mengharuskannya menetap di Jakarta.
Pada tahun 1997, suami dari Vidya Valencia ini mencicipi SEA Games pertamanya, SEA Games ke-24 di Jakarta.
Setelahnya, beragam gelar baik nasional maupun internasional, termasuk medali emas di SEA Games, sudah direngkuh oleh Ryan.
Puncak pencapaian Ryan yang membuat namanya melegenda di dunia boling Indonesia sesungguhnya ada dua yakni medali emas Asian Games 2006 dan peringkat ketiga Piala Dunia Boling QubicaAMF pada tahun 2009 di Melaka, Malaysia di mana kala itu Ryan kalah dari peboling Kanada Michael Schmidt di semifinal.
Namun, tak ada keberhasilan tanpa pengorbanan. Begitu pula Ryan. Sempat tercatat sebagai mahasiswa di salah satu universitas swasta, dia meninggalkan kuliahnya di semester empat demi fokus mengembangkan karier di boling.
Ryan mengaku sedikit menyesal memutuskan untuk keluar dari kampus sebab menurut dia sebenarnya karier sebagai atlet bisa saja dijalankan bersamaan dengan pendidikan.
"Sudah terlanjur begini, yang penting sekarang bagaimana menabung untuk masa depan," tutur dia.
Lebih dari 20 tahun berkiprah di dunia boling juga membuat mentalnya semakin terasah. Bukan cuma mental bertanding, tetapi mental bertahan dari masa-masa sulit.
Sebab, bukan rahasia lagi jika kehidupan atlet di Indonesia sering kali didera masalah, mulai dari kurangnya dana serta infrastruktur latihan sampai soal klasik keterlambatan gaji.
Ryan mengaku hal itu tidak terlalu terasa ketika dirinya masih hidup sendiri. Namun semua berubah setelah dia menikah dan memiliki anak.
"Dari tahun 1995 ketika saya pertama kali masuk pelatnas keadaan sudah begini. Kerena itu saya meminta kepada atlet-atlet lain supaya menyimpan uangnya jauh-jauh hari mengantisipasi hal itu," kata Ryan.
Hitam putih dunia boling yang sudah ditelan Ryan tak membuatnya berhenti bermimpi.
Setelah lemari prestasinya terisi penuh oleh beragam trofi, dia masih ingin menjadi yang terbaik di salah satu turnamen paling bergengsi dunia boling yakni Kejuaraan Dunia yang digelar setiap empat tahun dan QubicaAMF World Cup yang berlangsung setiap tahun.
Khusus di QubicaAMF World Cup, Ryan Lalisang sudah pernah merebut peringkat ketiga pada penyelenggaraan tahun 2009 di Malaysia.
"Saya sebenarnya ingin masuk Olimpiade, tetapi agak susah. Jadi, paling mimpi saya ingin juara dunia entah itu di Kejuaraan Dunia atau QubicaAMF World Cup. Semoga ada kesempatan bertanding ke sana," kata Ryan.
Dia menegaskan belum akan berhenti bermain selama dapat berprestasi. Dia pun siap bahu membahu merebut medali bersama atlet-atlet Indonesia lain di Asian Games 2018 dan di Asian Games-Asian Games berikutnya jika dia masih diperlukan.
Umur untuk Ryan hanyalah masalah angka dan bukan penghalang untuk menggapai cita-cita yang belum terwujud. Dia ingin membaktikan diri sepenuhnya untuk meningkatkan prestasi boling Indonesia. Tak pernah terlintas sebersit pun keinginan meninggalkan cabang olahraga yang membesarkan namanya.
Lantas, kapan Ryan akan pensiun? Atas pertanyaan ini, jawabannya gamblang. "Selama saya masih berprestasi, terutama di tingkat Asia Tenggara, saya belum akan pensiun".
(T.M054/B/S027/S027) 08-04-2018 20:44:37
Pewarta: Michael Teguh Adiputra S
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018