Menyikapi pengungsi global

18 April 2018 10:26 WIB
Menyikapi pengungsi global
Pengungsi Rohingya Pengungsi Rohingya mengantre untuk mengambil bantuan sembako menggunakan Humanity Card dari Organisasi kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kamp pengungsian Kutupalong, Cox’s Bazar, Minggu. (ANTARA News/Monalisa)

Jakarta (ANTARA News) - Perang di Suriah dan krisis etnis Rohingya membuat sorotan publik terarah pada masyarakat yang menjadi pengungsi atas kejadian tersebut.

"Kata pengungsi sekilas saja sudah mengandung persepsi kuat sebagai isu kemanusiaan. Tak ada alasan apapun, untuk tidak menjadikan isu pengungsi sebagai isu kemanusiaan. Karenanya, ia menjadi sasaran kepedulian semua pihak, apapun penyebabnya. Mungkin dipicu bencana alam, namun belakangan ini pemicu dahsyatnya adalah konflik bersenjata," kata Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Indonesia Ahyudin dalam rilis.

Konflik di Suriah dan Myanmar menghasilkan ledakan pengungsi, pekerjaan rumah bagi dunia termasuk Indonesia. Menyikapi peristiwa ini, ACT Indonesia selaku lembaga kemanusiaan berusaha menempuh langkah-langkah demi membantu menangani peristiwa kemanusiaan tersebut.

Menurut Ahyudin, lembaga kemanusiaan perlu turun langsung untuk memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai kondisi kemanusiaan, ada manusia-manusia lain yang memerlukan uluran tangan. Edukasi ini dapat berupa memberi kesaksian dan dokumentasi faktual mengenai kondisi di tempat-tempat tersebut.

"Langkah-langkah maju yang terjadi pada ranah ini: terbentuknya kesadaran dilomasi kemanusiaan di kalangan civil society. Di antaranya terbentuknya Komite Nasional Solidaritas Rohingya (KNSR), mencoba mengupayakan penyelesaian krisis yang menimpa Rohingya di level global, " kata Ahyudin.

Langkah berikutnya, menyampaikan kepedulian dari Indonesia maupun dunia ke para pengungsi di pusat pengungsian.

"Untuk pengungsi yang dipicu konflik dan/atau peperangan, sulit membayangkan selesai dalam waktu cepat. Maka, pembangunan kapasitas pengungsi untuk mengelola sumberdaya bantuan secara mandiri, juga diberikan."

Ahyudin menilai menangani pengungsi dalam skala global tidak hanya berupa pemberian bantuan, namun, juga perlu didorong dari segi diplomatik.

Dalam hal diplomatik, lembaga kemanusiaan dapat mengambil posisi dengan aktif hadir di pertemuan-pertemuan yang membahas penanganan pengungsian global.

"Dari sini, kerja kemanusiaan internasional, lebih terarah dan bisa saling membagi beban, menajamkan spesialisasi programnya," kata dia.

Lembaga juga perlu meningkatkan pemahaman global mengenai perlunya menyediakan "ruang kemanusiaan" mengurus pengungsi.

"Konflik bersenjata penyebab krisis, adalah ekses tak optimalnya bangsa-bangsa menjaga situasi dunia tetap damai, dan sebagai konsekuensi itu, negara harus bersungguh-sungguh mengatasi dehumanisasi  para pengungsi – korban krisis kemanusiaan akibat konflik bersenjata itu," ujar dia.
 

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018