Lembaga pengawas Roskomnadzor mulai memblokir Telegram, layanan perpesanan yang populer di Rusia, pada Senin (16/4) karena perusahaan tersebut menolak mematuhi perintah pengadilan untuk memberi izin lembaga keamanan negara untuk mengakses pesan-pesan pengguna Telegram yang terlindungi enkripsi.
Kepala Roskomnadzor Alexander Zharov menyatakan lembaganya memblokir 18 sub-jaringan dan sejumlah besar alamat IP milik Google dan Amazon menurut laporan kantor berita Interfax.
"Kami sudah memberi tahu kedua perusahaan bahwa sejumlah alamat IP yang berlokasi di dalam awan dua layanan ini sudah diblokir berdasarkan keputusan pengadilan (untuk memblokir Telegram)," kata Zharov.
Pemblokiran alamat IP tersebut membuat para pengguna Internet di Rusia tidak bisa mengakses Telegram dan layanan lain yang mengirimkan konten melalui server Google dan Amazon.
Zharov mengatakan kepada Interfax bahwa Roskomdadzor berharap mendapat respons "bermakna secara hukum" dari Google dan Amazon berkenaan dengan penerapan keputusan tersebut hingga Rabu waktu setempat.
Kedua perusahaan belum merespons permintaan Rusia tersebut.
CEO Telegram Pavel Durov melalui kanal di aplikasi pesan tersebut menyatakan pelarangan Rusia tidak menimbulkan penurunan drastis penggunanya karena konsumen mengakalinya dengan menggunakan VPN dan proxy untuk mengakses layanan tersebut.
Telegram banyak digunakan di negara-negara bekas Uni Soviet dan Timur Tengah. Durov mengatakan pada Selasa bahwa pengguna Rusia hanya tujuh persen dari total pengguna Telegram.
Di Rusia, Telegram populer di kalangan jurnalis dan oposisi politik. Namun Kremlin juga menggunakan Telegram untuk berkomunikasi dengan wartawan dan mengatur jumpa pers reguler dengan juru bicara Presiden Vladimir Putin, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.
Penerjemah: Natisha Andarningtyas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018