"Sebagian masyarakat belum menjalankan pola hidup bersih dan sehat sehingga nyamuk aedes aegypti mudah berkembang biak. Ini harus menjadi perhatian bersama agar demam berdarah bisa diberantas," kata Kepala Puskesmas Baamang Unit II, dr Yunita Ristianti di Sampit, Kamis.
Yunita mengakui, wilayahnya merupakan endemis demam berdarah. Setiap tahun, penyakit mematikan tersebut selalu ditemukan di wilayah itu.
Sepanjang 2018, ada 13 kasus demam berdarah yang terdata di puskesmas tersebut. Kasus terbanyak terdapat di Kelurahan Baamang Barat, disusul Baamang Hulu Kecamatan Baamang. Dari kasus tersebut, satu orang penderita di antaranya meninggal dunia.
Tingginya demam berdarah di Baamang Barat diduga karena banyak rumah kosong dan tidak dibersihkan sehingga nyamuk berkembang biak. Selain itu, pola hidup tidak sehat juga memicu berjangkitnya penyakit mematikan tersebut.
Jika masyarakat tidak peduli membersihkan lingkungan, penyakit demam berdarah dikhawatirkan terus berjangkit. Dampaknya juga akan mengancam keselamatan masyarakat karena demam berdarah bisa menyerang siapa saja.
Penyuluhan tidak akan ampuh kalau tidak ditindaklanjuti dengan pembersihan lingkungan. Fogging atau pengasapan hanya mampu membunuh nyamuk dewasa, sedangkan jentiknya akan terus tumbuh dan berkembang biak.
"Kepedulian masyarakat terhadap kesehatan lingkungan sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sendiri. Kalau lingkungan bersih dan sehat maka bibit penyakit tidak akan mudah muncul," ucap Yunita.
Pemberantasan demam berdarah bisa dilakukan dengan memberantas sarang nyamuk. Yakni dengan membersihkan, menguras, menutup dan mengubur tempat-tempat yang bisa menampung air dan menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
Sementara itu, Dinas Kesehatan mencatat sudah ada lebih dari 100 kasus demam berdarah di Kotawaringin Timur pada Januari hingga pertengahan Maret 2018. Sebanyak tiga penderita meninggal dunia yang semuanya merupakan anak-anak.
Pewarta: Norjani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018