"Khusus untuk TKA, saya minta masyarakat tidak usah terlalu khawatir. Khawatir sih boleh, tetapi tidak boleh berlebihan karena pasti enggak baik," katanya di Semarang, Jumat.
Hal itu diungkapkannya usai menjadi pembicara Presidential Lecture bertema "Strategi Pengelolaan SDM Indonesia Dalam Menghadapi Era Disrupsi Revolusi Industri 4.0" di Universitas Diponegoro Semarang.
Hanif menjelaskan Perpres TKA hanya mengatur atau menyederhanakan prosedur dan birokrasi perizinan TKA sehingga proses pengurusan izin TKA untuk bekerja di Indonesia tidak perlu lagi berbelit-belit.
"Karena Perpres TKA hanya mengatur atau menyederhanakan prosedur dan birokrasi perizinan TKA-nya saja, tetapi bukan membebaskan. Jangan salah paham," kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Jadi, kata dia, yang disebut memudahkan hanya dari sisi prosedur dan birokrasi, bukan membebaskan, sebab selama ini proses pengurusan izin TKA melibatkan banyak kementerian sehingga cenderung berbelit-belit.
"Selama ini, proses pengurusan izin TKA relatif berbelit-belit, melibatkan banyak kementerian, sehingga menghambat investasi. Kenapa ini penting. Karena kita tentu ingin investasi terus meningkat," katanya.
Seiring dengan meningkatnya investasi, kata dia, akan menciptakan semakin banyak lapangan pekerjaan di Indonesia yang tujuan utamanya memang untuk kepentingan rakyat Indonesia agar bisa bekerja.
"Jumlah investasi naik, tentu jumlah TKA pasti meningkat. Tetapi, jumlah TKA di Indonesia dibandingkan TKA di negara lain masih tergolong kecil," katanya, saat ditanya meningkatnya jumlah TKA di Indonesia.
Selain itu, Hanif mengatakan jumlah TKA yang ada di Indonesia dibandingkan dengan jumlah TKI yang bekerja di negara lain juga sangat kecil sehingga tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
"Jumlah TKI yang ada di Hongkong ada sekitar 170 ribu orang, di Taiwan ada 200-an ribu TKI, kemudian Makau sekitar 20 ribu TKI, sementara TKA Tiongkok yang ada di sini sekitar 36 ribu," katanya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018