Seiring dengan perkembangan era digital, setiap orang terus menerus memproduksi data di mana pun mereka berada. Jumlah data di seluruh dunia diperkirakan akan melonjak dari 8 miliar terabyte pada 2015 menjadi 180 miliar terabyte pada 2025.
"Salah satu tantangan yang dihadapi perusahaan saat ini adalah mengolah data yang tidak terstruktur. Dalam 'dunia yang serba cerdas', pemanfaatan kecerdasan buatan seperti pengaplikasian algoritma dan analisis big data akan menjadi kunci suatu perusahaan menentukan model bisnisnya di masa depan," tulis laporan GIV 2025 yang dirilis dalam perhelatan Huawei Global Analyst Summit 2018 di Shenzhen, beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut, laporan GIV 2025 menyebutkan kebutuhan teknologi berbasis kecerdasan buatan dari suatu perusahaan akan lebih bersifat sistematis dan komprehensif.
Hal tersebut meliputi kemampuan untuk mengintegrasikan kecerdasan buatan dalam operasional sehari-hari perusahaan dan proses pengambilan keputusan. Tentunya, hanya data yang terhubung lah yang memiliki nilai.
"Saat ini lebih dari 95 persen data di dunia masih tidak terstruktur dan belum digunakan. Migrasi ke komputasi awan akan membantu perusahaan untuk perusahaan-perusahaan tradisional meningkatkan daya saing mereka dengan data yang telah terkumpul sejak lama," tulis laporan itu.
Seiring dengan kemampuan pengolahan data yang terus berkembang dan semakin populernya algoritma cerdas, data-data tak terolah tersebut dapat terkonversi menjadi aset perusahaan yang teranalis.
Sebagai gambaran, tingkat pemanfaatan data perusahaan-perusahaan di seluruh dunia pada 2015 hanya sebesar 10 persen, menyisakan berbagai data sifatnya sia-sia.
Baca juga: Huawei perkirakan koneksi internet tembus 100 miliar pada 2025
Lebih jauh lagi, komputasi data yang efisien juga akan berdampak terhadap konsumsi energi dan tingkat emisi suatu perusahaan.
Clean Energy Emission Reduction (CLEER) memperkirakan jika surel, data Microsoft Excel, dan manajemen pelanggan telah berbasis komputasi awan, maka konsumsi energy dan emisi yang dihasilkan dari komputasi dapat berkurang hingga 87 persen.
Laporan GIV 2025 memprediksi bahwa dengan dorongan transformasi digital dan desakan dari pelanggan untuk layanan yang serba cepat dan fleksibel, maka seluruh perusahaan di dunia akan terhubung dengan layanan komputasi awan dengan 85 persen aplikasi pendukung perusahaan telah berbasis komputasi awan.
Dalam proses riset GIV 2025, Huawei menerapkan metodologi unik yang menggabungkan data dan analisis tren guna memaparkan tren serta cetak biru masa depan industri TIK.
Data yang digunakan dalam GIV 2025 tersebar di lebih dari 170 negara dan laporan tersebut mencakup tiga dimensi yaitu perangkat yang terhubung, perangkat yang mampu mengindra, dan perangkat yang cerdas.
Baca juga: Ilmuwan kembangkan AI untuk kenali resep
Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018