"Kita sudah melakukan tahap awal pengobatan presisi. Sudah ada 68 sampel genom dari Indonesia yang diperiksa. Harus kita analisis apa signifikan dari sampel-sampel tersebut," kata Herawati di sela-sela peresmian Pusat Genom Nasional di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, dari hasil analisis sebenarnya sudah ada yang bisa diambil kesimpulan dari sisi farmakogenomik bahwa mereka tidak mampu menyerap atau memetabolisme obat-obat tertentu.
"Kita sudah bisa melihat gambaran populasi masyarakat di Indonesia yang sensitif atau tidak sensitif terhadap obat tertentu. Dan salah satu yang sudah kita bisa lihat adalah pada Sindrom Steven Johnson (SJS)," ujar profesor yang akrab disapa Hera ini.
Dari hasil analisis genom ini, menurut dia, diketahui bahwa frekuensi risiko Sindrom Steven Johnson di beberapa populasi Asia Tenggara tinggi pada pasien yang diobati dengan carbamazepine (obat epilepsi).
SJS sebenarnya banyak terjadi di Indonesia. Seseorang yang alergi terhadap obat tertentu sehingga menyebabkan tubuh bereaksi, bisa tidak sadar dan pada kulitnya muncul bercak-bercak seperti cacar bahkan bisa menyerang seluruh sistem pernafasan, katanya.
"Sebenarnya sudah pernah diteliti, tetapi bukan menggunakan mal genome, melainkan dari satu gen, dua gen atau tiga gen sampai diketahui seseorang punya kecenderungan terkena diabetes. Tapi dengan mal genome bisa diketahui `pathway` kenapa orang bisa sakit akan terekam," ujar dia.
Dengan cara itu, menurut dia, bisa diketahui, misalkan 30 gen telah berpengaruh menyebabkan seseorang terkena penyakit tertentu. Karena sebenarnya memang tidak pernah ada hanya satu gen yang berpengaruh terhadap satu penyakit. Selalu ada kombinasi dari beberapa gen.
Fasilitas pada Pusat Genom Nasional yang kini dimiliki Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang akan membantu pengobatan presisi dapat dijalankan. Karena dengan adanya teknologi Next Generation Sequencing (NGS) untuk pembacaan genom total (whole-genome analysis) tidak hanya bisa melihat kerentanan atau kepekaan terhadap penyakit tetapi juga ada diagnostik baru dan akan ada penemuan obat-obat baru.
Dengan pengobatan presisi ini, upaya pencegahan penyakit semakin baik dengan obat yang tepat. Selain itu dapat membantu dokter memberikan nasihat pada pasien kemungkinan penyakit yang bisa muncul pada masa depan berdasarkan analisa genom.
Pusat Genom Nasional adalah pusat penelitian berbasis kekayaan keanekaragaman genom Indonesia bertaraf internasional dengan fokus penelitian bersifat strategis, yaitu identifikasi penyakit infeksi maupun penyakit terkait genetik, pengembangan alat uji diagnostik dan vaksin, penemuan obat baru untuk penyakit infeksi, serta konservasi sumber daya alam.
Fasilitas yang terdapat di Pusat Genom Nasional antara lain mesin Next Generation Sequencing untuk pembacaan genom total, mesin Sanger Sequencing untuk pembacaan DNA berukuran pendek, Real-Time PCR untuk perbanyakan DNA, dan server dengan kapasitas 180 terabytes untuk pengolahan dan penyimpanan data.
Menurut Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dana yang dikeluarkan untuk peralatan laboratorium tersebut sekitar Rp25 miliar.
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018