WADA mengatakan, total 229.514 sampel dikumpulkan pada 2016 dan dianalisa laboratorium-laboratorium yang terakreditasi WADA. Hasilnya, ditemukan 1.595 kasus ADRV.
Dari jumlah tersebut, 1.326 dari temuan analitis dan sisanya dari bukti-bukti intelijen atas 248 doping yang dilakukan atlet dan 21 staf pendukung.
"Kami terus melihat dampak dari tes berbasis intelijen, wilayah yang terus difokuskan untuk WADA saat kami memperkuat kapasitas investigasi dan intelijen" kata Presiden WADA Craig Reedie dalam pernyataannya seperti dikutip Reuters.
Temuan merugikan terbesar berasal dari atlet putra sebanyak 1.046 orang (79 persen) dan merupakan hasil dari yang dikumpulkan saat kompetisi (78 persen).
Cabang atletik menempati urutan teratas kasus ADRV yakni 205, disusul binaraga (183), balap sepeda (165) angkat besi (116) dan sepak bola (79).
Lainnya adalah angkat berat (70), gulat (64), rugbi (56) akuatik (35) dan tinju (35).
Dari asal negara atlet, Italia di urutan teratas (147) disusul Prancis (86), AS (76) dan Australia (75).
Rusia, yang partisipasinya pada Olimpiade Musim Panas Rio de Janeiro 2016 dan Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018 dibatasi karena adanya program doping sistemik yang diketahui pemerintahnya, berada di urutan keenam bersama India (69 kasus).
(Uu.T004)
Baca juga: Alvarez dan Ogawa diskors enam bulan karena doping
Baca juga: Rusia, India kehilangan jatah tempat di Olimpiade akibat doping
Pewarta: system
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018