"Pada tahun 2018 pemerintah mengubah sedikit haluan, berpindah ke pembangunan SDM. Akan tetapi bukan berarti pembangunan infrastruktur berhenti," kata Moeldoko di Jakarta, Minggu.
Hal itu sebagai persiapan menghadapi terjadinya bonus demografi, atau populasi masyarakat usia produktif jauh lebih banyak daripada usia nonproduktif.
Menurut dia, jika bonus demografi tersebut dapat diarahkan dengan baik, akan menjadi kekuatan bangsa. Sebaliknya, jika dibiarkan, justru akan menjadi ancaman tersendiri.
"Maka, penguatan vokasi akan dilakukan secara masif. Arahan dari Pak Presiden ke sana," imbuhnya.
Peningkatan kualitas SDM, kata dia, sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari tingkat kesehatan, lingkungan, pendidikan, hingga infrastruktur pendukung lainnya.
Salah satu penyebab ketimpangan kualitas SDM, katanya lagi, adalah masih banyak masyarakat Indonesia yang berasa pada daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang notabene masih sulit terakses.
Di daerah yang terisolasi, menjadikan pendidikan dan kesehatan sulit terakses. Hal itu yang menjadikannya tertinggal.
"Maka, pembangunan infrastruktur jangan hanya dilihat sebatas membangun fisik, ada unsur nonfisiknya di sana, yakni untuk membangun peradaban," jelasnya.
Pembangunan SDM juga harus dilakukan di kawasan-kawasan perdesaan. Hal itu sesuai dengan program pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran.
Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM Jangkung Handoyo Mulyo mengatakan bahwa pembangunan SDM menjadi suatu yang tidak boleh terlupakan oleh Ppemerintah di tengah masifnya pembangunan infrastruktur, termasuk peningkatan SDM di kawasan "pinggiran".
Setidaknya, kata dia, ada tiga hal yang menjadi poin untuk mengenjot pembangunan SDM, yakni kognitif yang berkaitan dengan pendidikan, afektif yang berkaitan dengan sikap dan nilai, dan psikomotor yang berkaitan dengan keterampilan.
"Ketiga hal ini harus tersentuh. Karena kalau hanya satu, pembangunan SDM tidak akan maksimal," katanya.
Menurut dia, salah satu hal dapat ditekankan untuk membangun SDM kawasan perdesaan adalah melalui pengembangan keterampilan untuk meningkatkan hasil produk lokal.
Jika hal itu dilakukan, kesejahteraan dan perekonomian akan meningkat.
"Yang dapat dilakukan untuk membangun SDM itu, misalnya menciptakan peluang usaha, memberikan keterampilan untuk mengelola usaha di pedesaan, serta membekali dengan kemampuan IT, karena saat ini persaingannya sudah semakin luas," tutur Jangkung.
Ia berharap peran pemerintah dan pemangku kepentingan terkait dalam meningkatkan SDM dalam hal keterampilan juga sangat diharapkan.
Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G. Plate mengatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) sudah dilakukan pemerintah sejak awal.
Hal itu terlihat dari kebijakan pemerintahan Jokowi yang begitu besar untuk biaya pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
"Biaya pendidikan itu lebih dari Rp400 triliun setahun, biaya kesehatan lebih dari Rp100 triliun setahun itu disediakan. Akan tetapi, masalahnya tidak diberitakan seheboh infrastuktur," katanya.
Untuk program pendidikan, dia mencontohnya pemerintah yang mengeluarkan Program Indonesia Pintar (PIP).
Ia mengungkapkan bahwa ada 19 juta siswa setiap tahun diberikan beasiswa melalui Indonesia Pintar. Belum lagi, ada 190 juta peserta BPJS yang dibiyai oleh Pemerintah.
Semua program pembangunan SDM, sudah masuk dalam bagian dari revolusi mental dan nawacita Jokowi. Sumber daya manusia baik, sudah menjadi perhatian pemerintah dari awal pemerintahan. Subsidi pendidikan itu di mana-mana, biaya kesehatan juga.
Yang menjadi pertanyaan Johnny apakah program pembangunan itu dilaksanakan di daerah-daerah? Karena masing-masing daerah itu bukan pendukung pemerintah.
"Apakah itu dilaksanakan oleh birokrasi? Ini yang dituntut supaya birokrasi menjalankan program pemerintah pusat dengan baik," katanya.
Baca juga: Presiden: bonus demografi ibarat pedang bermata dua
Pewarta: Joko Susilo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018