"Kalian harus menunggu sekitar 40 menit" agar kuahnya mendidih," katanya pada pengunjung yang mengular di pintu restorannya, Sabtu (28/4).
Permintaan atas makanan khas Korea Utara meroket di ibu kota Korea Selatan setelah makanan tersebut disuguhkan pada pertemuan bersejarah antara dua Korea dan yang menakjubkan ternyata bahan pembicaraan.
Mie dingin dengan kuah dingin, "Pyongyang naengmyeon" biasanya disajikan dengan tambahan daging dan sayuran.
Agar lebih mudah dimakan, biasanya mie soba itu dipotong-potong dengan gunting.
Makanan ini sudah populer di Korea Selatan, tapi pertemuan antara Korea Utara-Korea Selatan jadi kesempatan bagus untuk menikmatinya lagi.
Ribuan warganet mengunggah foto mie yang mereka santap di Instagram dengan beberapa tagar, termasuk #summit dan #peacenaengmyeon.
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menuai tawa pada pertemuan dan di antara jurnalis Korea Selatan di ruang media ketika dia bergurau soal makanan itu, berharap Presiden Korea Selatan Moon Jae-In "bisa menikmati naengmyeon Pyongyang yang dibawa dari jauh."
Dia tertawa sebelum menambahkan: "Harusnya saya tidak bilang jauh."
Mie, yang khusus diminta oleh Moon, dibuat oleh chef utama dari Okryu-gwan, restoran terkenal di Pyongyang.
Menurut kantor berita Korea Utara KCNA, makanan itu "membuat para partisipan sangat terkesan."
Di Nampo Myeonok, para pengunjung mengungkapkan hal senada mengenai makanan itu.
"Saya ke restoran ini khusus untuk memakan naengmyeon Pyongyang. Tempat ini sudah ada sejak lama dan rasanya enak," kata Park Jae-chun seperti dikutip AFP.
Pemain bas Kim Tae-hun mengatakan makanan tersebut membuat merasa lebih "dekat" dengan orang-orang di seberang perbatasan "karena kami juga memakannya".
Namun meski kedua pemimpin Korea menyebut-nyebut tentang unifikasi dua negara itu, bagi sebagian orang hubungan Korea dan Selatan hanya sampai pada makanan.
Park mengatakan, "Secara pribadi menurut saya tidak apa-apa Selatan dan Korea tetap terpisah ketimbang bersatu selama kami tetap damai dan saling mengakui satu sama lain."
Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018