May Day, Rieke, Dhakiri, dan Istana

1 Mei 2018 16:15 WIB
May Day, Rieke, Dhakiri, dan Istana
Rieke Diah Pitaloka (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jakarta (ANTARA News) - Peringatan Hari Buruh Internasional memang rutin dirayakan setiap 1 Mei, tetapi tetap saja peristiwa menarik yang memiliki hubungan antara satu peristiwa dengan peristiwa lain.

Salah satu peristiwa menarik itu adalah unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, yang mengingatkan kembali peristiwa sejenis pada 2015.

Dalam May Day pada sebuah Jumat tahun itu, Menteri Tenaga Kerja Muhammad Hanif Dhakiri menemui ribuan buruh yang berunjuk rasa di depan Istana.

Salah seorang pengunjuk rasa bersama buruh saat itu adalah anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka.

Tiga tahun lalu, Rieke turun ke jalan dalam Peringatan "May Day" dengan mengenakan kaus merah bergambar Presiden I RI Soekarno dan bertuliskan "I`m Soekarnois" alias "Saya pengikut Soekarno".

Pemeran Oneng dalam sinetron komedi "Bajaj Bajuri" ini saat itu sempat berujar ingin mengikuti jejak Soekarno berdiri bersama rakyat di Istana.

Dahulu Soekarno berdiri di Istana bersama rakyat sehingga apa salahnya dia ikut merayakan Hari Buruh Internasional di sini bersama buruh.

Kehadiran artis yang kemudian terjun ke dunia politik itu menarik perhatian para buruh yang berunjuk rasa. Mereka langsung berebut berfoto bersama Rieke.

Ketika itu, agenda yang diusung Rieke adalah mengingatkan pemerintahan Jokowi-JK untuk memperbaiki nasib buruh, meminta dukungan buruh untuk membubarkan Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) yang menurut dia tidak adil terhadap buruh, dengan menjanjikan pembentukan pengadilan baru yang lebih adil dalam menanganan masalah industri dan buruh dalam tiga kali masa sidang.

Bahkan Rieke meminta Presiden Jokowi membersihkan istana dari para pembantu presiden yang tidak pro-buruh dan pekerja.

"Upah naik lima tahun sekali itu dari mana? Pak Jokowi harus membersihkan Istana dari orang-orang seperti itu," kata dia menyindir pernyataan Menteri Perindustrian Saleh Husin yang mengusulkan kenaikan upah buruh setiap lima tahun sekali.

Entah berkaitan dengan pernyataan Rieke itu atau tidak, setahun kemudian pada 27 Juli 2016, Saleh Husin digantikan oleh Airlangga Hartarto dari posisi Menteri Perindustrian dalam "reshuffle" Kabinet Kerja jilid II.

Sementara Hanif Dhakiri saat menemui ribuan buruh pengunjuk rasa, termasuk Rieke, tiga tahun lalu itu menegaskan kenaikan upah buruh akan dilakukan tiap tahun dan bukan tiap lima tahun demi memastikan kesejahteraan buruh atau pekerja. Tidak benar upah naik lima tahun sekali, justru per tahun harus naik.

Ketika itu Hanif menambahkan pemerintah tengah menyelesaikan rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang pengupahan bersama pemangku kepentingan terkait untuk menggodok sistem pengupahan yang lebih adil bagi para buruh tetapi tidak memberatkan pengusaha.

Beberapa bulan kemudian, peraturan yang dimaksud itu terbit, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang diterbitkan 23 Oktober 2015.

Namun justru pada May Day 2018 ini salah satu agendanya adalah mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 itu.

Tuntutan pencabutan aturan itu misalnya datang dari aliansi 35 organisasi buruh yang tergabung dalam "Gerakan Buruh untuk Rakyat".

Begitu pula yang disuarakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 78 itu tidak bisa memperbaiki kesejahteraan buruh dalam peningkatan upah minimum provinsi (UMP).

Apalagi penentuan nilai upah minimum berdasar angka tahun sebelumnya, inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun yang sama, padahal semestinya mengantisipasi perubahan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang.

KSPI memiliki afiliasi dengan berbagai asosiasi serikat buruh seperti Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), Serikat Pekerja Nasional (SPN), Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Serikat Pekerja Penerbitan, Percetakan, dan Multi-Industri (SPPMMI), Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (FSP Farkesref), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan (FSPKEP), Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSP ISI), dan Federasi Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi (FSP Parref).

Kenaikan upah

Pada May Day,Minggu 1 Mei 2016, Rieke berunjuk rasa di Pelabuhan Tanjung Priok. Dalam predikatnya selaku Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI), dia menuntut 30 pekerja PT Pelindo II dipekerjakan kembali, meminta kenaikan upah, status kerja dan upaya pemerintah menyelamatkan aset negara untuk kepentingan rakyat.

Sementara Hanif, dua tahun lalu dalam peringatan itu, berada di Gedung PT Pos Indonesia guna menghadiri acara perusahaan itu yang mengangkat secara permanen 5.200 pekerja pos yang sebelumnya berstatus tenaga kontrak kerja waktu tertentu (TKKWT) dan alih daya (outsourcing).

Hanif mengapresiasi kebijakan itu dan menyatakan  kebijakan ini harus dicontoh oleh BUMN lain. Apresiasi juga datang dari Rieke yang menyebut kesabaran pegawai pos itu telah berbuah manis dengan pengangkatan status karyawan.

Setahun kemudian, dalam "May Day" pada hari Senin 1 Mei 2017, Hanif memeriahkan peringatan itu di Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Ia mengingatkan buruh bahwa perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh tidak boleh berhenti pada sekadar perayaan.

Memang hasilnya belum tentu sesuai dengan yang diharapkan, memang perjuangan masih panjang, tetapi kemenangan sekecil apa pun harus tetap dirayakan, harus tetap kita syukuri, agar senantiasa optimistis, terus memiliki harapan.

Sementara Rieke dalam Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2017 tak terlihat turun ke jalan, tetapi mengeluarkan pernyataan tertulis mengenai pembangunan nasional semester berencana sebagaimana dicanangkan Soekarno dengan salah satu prioritas adalah bidang tenaga kerja dan jaminan sosial. Ia menyoroti masih minimnya kepesertaan BPJS, termasuk pada BUMN.

Lalu soal mayoritas pekerja Indonesia yang belum mendapatkan lima jaminan sosial. Hal ini sangat membahayakan pekerja Indonesia dan keluarganya karena masih tingginya risiko kecelakaan kerja sampai kehilangan pekerjaan, serta kondisi tanpa pelindungan saat tanpa kerja dan pascakerja.

Ketidaksinkronan jumlah peserta di BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kepesertaan BPJS Kesehatan lebih sedikit dari BPJS Ketenagakerjaan, serta belum maksimalnya kinerja Dewan Jaminan Sosial Nasional, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara, termasuk Dewan Pengawas di kedua BPJS.

Di dalam istana

Kini pada Selasa 1 Mei 2018, Rieke yang baru mendeklarasikan sebagai Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia (KRPI) dan empat perwakilan buruh dipersilakan masuk ke istana, dan diterima oleh Hanif dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

KRPI adalah konfederasi yang memiliki afiliasi dengan lima serikat pekerja yakni Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Federasi Pekerja Pos Logistik Indonesia (FPPLI), Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI), Komite Nusantara Aparatur Sipil Negara (KNASN) dan Federasi Serikat Buruh Indonesia (FSBI).

Bila tiga tahun lalu kedua tokoh itu berada di depan istana tetapi kali ini bertemu di dalam istana.

Rieke masuk istana dengan bertopi, berbaju lengan panjang, bercelana panjang, dan bersepatu sneaker hitam.

Ia menyampaikan "Panca Maklumat Rakyat Pekerja", berisi lima butir pernyataan yakni mewujudkan Indonesia sebagai negara industri berbasis riset nasional sehingga Indonesia memiliki cetak biru pembangunan negara industri hulu-tengah-hilir; sungguh-sungguh mewujudkan trilayak rakyat pekerja. Kerja layak, upah layak, dan hidup layak.

Selain itu meminta Presiden bersungguh-sungguh mewujudkan lima jaminan sosial bagi seluruh rakyat pekerja, memberikan keadilan kepada para pekerja pelayan publik yang bekerja di pemerintah pusat dan daerah sekaligus mendesak revisi UU Aparatur Sipil Negara. Dia juga menyeru Presiden menyelamatkan aset negara, memperbaiki tata kelola BUMN dengan perintah konstitusi dan UUD 1945 yang sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat bangsa dan negara.

Mengenai revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dia menganggap pewrlu hal ini karena dinilai tidak berkeadilan karena belum mengakui keberadaan para tenaga kontrak, honorer, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap non-PNS.

Ia bahkan mendesak Presiden memerintahkan Menteri PANRB Asman Abnur, Menkumham Yasonna Laoly, dan Menkeu Sri Mulyani segera bersama DPR membahas dan mengesahkan revisi UU Aparatur Sipil Negara dalam tahun ini.

Pemerintah, katanya, harus segera mengangkat seluruh pekerja pelayan publik di pemerintahan yang berstatus sukarelawan, tenaga harian lepas, honorer, kontrak, pegawai tidak tetap dan pegawai tetap non-PNS.

Mereka telah menghabiskan waktu puluhan tahun mengabdi kepada pemerintah, sedangkan dalam UU Aparatur Sipil Negara itu hanya mengakui dua jenis pegawai yakni PNS dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).

Peringatan Hari Buruh bukan sekadar hari libur yang menyenangkan melainkan juga momentum perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja yang menggerakan "mesin-mesin" pembangunan bangsa. Buruh adalah aset yang tak ternilai, bukan alat kepentingan tertentu.
 

Pewarta: Budi Setiawanto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018