"Dengan kuliah PJJ ini, biaya kuliah bisa ditekan hingga 50 persen. Misalnya kalau sekarang biaya kuliah Rp5 juta, maka dengan PJJ bisa Rp2,5 juta karena dengan kuliah seperti ini tidak membutuhkan tempat dan juga tidak harus tatap muka," ujar Nasir dalam konferensi pers peringatan Hari Pendidikan Nasional di Universitas Padjajaran, Bandung, Rabu.
Pembelajaran daring, kata dia, juga telah meningkatkan akses masyarakat dalam menempuh jenjang pendidikan tinggi berkualitas secara signifikan di mana saat ini Angka Partisipasi Kasar atau APK pendidikan tinggi baru 31,5 persen.
"Jika pembelajaran hanya diterapkan secara konvensional, peningkatan APK hanya berkisar pada angka 0,5 persen per tahun. Namun dengan terobosan PJJ ini, diharapkan APK pendidikan tinggi mampu melesat mencapai 40 persen pada 2022-2023, asalkan PJJ dapat diakses oleh lebih banyak orang dan secara efektif diterapkan," kata Nasir.
PJJ adalah kebijakan untuk menjawab kebutuhan pada era Revolusi Industri 4.0. Salah satu penerapan dari penerapan PJJ adalah membangun universitas siber untuk pembelajaran daring.
"Ke depan proses pembelajaran tidak lagi berdasarkan rasio dosen dan mahasiswa yang saat ini masih berlaku yakni untuk sains dan teknologi (saintek) 1:25 dan sosial 1:40. Ke depan, kami ingin satu profesor mengajar 1.000 mahasiswa melalui pembelajaran daring," kata Nasir.
Dia mengeaskan kementeriannya akan menggarap pembelajaran daring melalui Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) dan untuk jaringan internetnya melalui layanan dan layanan "Indonesian Research and Education Network (IdREN)" yang sudha tak bisa dihindari lagi pada era Revolusi Industri 4.0.
"Perlahan, kami akan memperbaiki "homebase" dosen, nanti tidak lagi di program studi melainkan di fakultas atau tingkat yang lebih tinggi," cetus Nasir.
Baca juga: Dosen asing bisa dongkrak reputasi kampus
Pewarta: Indriani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018