• Beranda
  • Berita
  • Penjual gudeg di Yogyakarta bertekad "go international"

Penjual gudeg di Yogyakarta bertekad "go international"

5 Mei 2018 19:41 WIB
Penjual gudeg di Yogyakarta bertekad "go international"
Gudeg dalam kemasan kaleng (ANTARA FOTO/Noveradika)

Upaya awal untuk bisa menembus pasar internasional yang kami lakukan hingga saat ini adalah dengan pangalengan gudeg."

Yogyakarta (ANTARA News) - Para pengusaha gudeg di Jalan Wijilan, Kota Yogyakarta bertekad terus mengembangkan potensi kuliner khas Yogyakarta itu untuk menembus pasar internasional.

"Upaya awal untuk bisa menembus pasar internasional yang kami lakukan hingga saat ini adalah dengan pangalengan gudeg," kata Ketua Paguyuban Gudeg Wijilan Chandra Setiawan Kusuma di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut Chandra, meski belum seluruhnya, sudah banyak pengusaha gudeg di Yogyakarta, khususnya di Wijilan yang mulai merintis pengemasan gudeg dengan kaleng. Mengacu riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menurut dia, gudeg yang dikemas dalam kaleng mampu bertahan hingga dua tahun dengan rasa dan aroma yang sama dengan gudeg biasa.

Hingga saat ini, kata dia, melalui paguyuban seluruh anggota pengusaha gudeg didorong untuk melakukan pengalengan.

"Anggota kami ada 15 pengusaha gudeg siapa saja yang ingin melakukan pengalengan kami siap membantu," kata pemilik Warung Gudeg Bu Lis ini.

Meski demikian, Chandra mengatakan untuk menembus pasar internasional, prinsip utama yang selalu ditekankan kepada pengusaha gudeg adalah menjaga keaslian cita rasa. Hal itu sekaligus untuk mempertahankan posisi gudeg sebagai ikon dan daya tarik kuliner Yogyakarta.

Menurut Chandra, seluruh pengusaha gudeg yang ada di Jalan Wijilan, Kota Yogyakarta telah menyepakati pakem atau standar pengolahan gudeg. Mulai dari bahan baku, alat memasak, hingga upaya menjaga kebersihan dan kesehatan sajian gudeg.

"Pakem-pakem yang sama-sama dijaga misalnya tetap memasak gudeg dengan bahan baku gori (nangka) dan tetap memakai tungku kayu bakar, bukan kompor. Selain itu kita juga tidak boleh menggunakan penyedap rasa," kata dia.

Dari 15 anggota Paguyuban Gudeg Wijilan, menurut dia, rata-rata menjual 150 hingga 200 piring per hari dengan harga Rp10.000 per porsi untuk gudeg dengan lauk tahu dan tempe, Rp18.000-Rp30.000 untuk lauk ayam kampung, dan Rp40.000 untuk paket komplet. "Selain keaslian cita rasa, persoalan harga juga kami jaga betul. Kami sepakat tidak boleh mengemplang harga," kata dia.

Pemilik Warung Gudeg Yu Djum, Eni Hartono mengatakan sebelum masuk ke pasar internasional, syarat yang harus dijaga adalah standar kualitas bahan baku. Misalnya, bahan baku melambung, menurut dia, pantangan untuk mengganti dengan bahan baku dengan kualitas rendah atau lebih murah.

"Agar tetap menjadi ikon kuliner khas Yogyakarta, jelas resep warisan gudeg kami tidak pernah kami ubah," kata Eni yang mengaku konsisten menggunakan bahan baku ayam kampung itu.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018