"Dari hasil UN diketahui sebanyak 40 persen siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal UN. Kalau tidak ada UN, kita tidak tahu. Maka dengan UN, jelas ada sekian anak yang kesulitan mengerjakan soal," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.
Secara umum, terjadi penurunan rerata nilai UN, terutama untuk mapel matematika, fisika, dan kimia.
Totok menyebutkan ada indikasi kuat bahwa penurunan rerata nilai UN disebabkan oleh dua faktor.
"Pertama, ada beberapa soal yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Terbukti, apa yang dirasakan sulit oleh siswa. Kemudian yang kedua adalah adanya perubahan moda dari Ujian Nasional Berbasis Kertas Pensil (UNKP) ke Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)."
Totok menyebutkan, secara rerata terjadi penurunan 0,93 poin untuk SMA baik negeri maupun swasta.
UN, lanjut Totok, merupakan ujian berbasis standar sehingga apa yang diujikan apa yang seharusnya diajarkan bukan sudah diajarkan.
"Jika sekolah kita mengajarkan apa yang sesungguhnya diajarkan, ditangkap dengan baik, UN seharusnya bisa dikerjakan," jelas dia.
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad mengatakan pihaknya akan menindaklanjuti hasil UN tersebut.
Hamid berjanji akan tetap menjadikan hasil diagnosis ini sebagai salah satu acuan dalam pembuatan kebijakan peningkatan proses pembelajaran.
"Hasil UN tahun ini semakin memberikan gambaran apa adanya tentang salah satu hasil belajar para siswa. Distorsi-distorsi pengukuran akan capaian siswa makin dapat dikurangi sehingga hasil UN tersebut bisa dijadikan pijakan yang lebih meyakinkan untuk perbaikan kualitas pendidikan," tambah Hamid.
Pewarta: Indriani
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018