"Perusahaan bakal `sustain` kalau dia mempertimbangkan isu `green financing`. Dan itu sudah disampaikan pemerintah," ujar Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa melalui skema "green financing", salah satunya dengan menerbitkan obligasi hijau (green bond) maka perusahaan dapat menyasar pasar baru, yakni investor yang mempunyai ketertarikan pada isu perubahan iklim (climate changes).
"Dengan perusahaan menerbitkan `green bond`, diharapkan ada sumber pendanaan baru dari investor-investor yang peduli dengan lingkungan," katanya.
Maka itu, lanjut dia, pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mendorong BUMN menerbitkan obligasi hijau (green bond) sebagai alternatif pendanaan, terutama untuk proyek infrastruktur. Saat ini, baru dua perusahaan Indonesia yang menyatakan minatnya untuk menerbitkan green bond.
Menurut dia, BUMN sektor pengembang pelabuhan dan bandar udara (Bandara) berpeluang untuk menerbitkan "green bond" dalam rangka meggalang dana. Selain itu, proyek energi baru terbarukan (EBT) BUMN juga berpotensi menerbitkan green bond.
"BUMN yang memiliki proyek `green related`, seperti Airport, Seaport, energi baru terbarukan. Itu kan sangat `green`," ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa sebagian besar penerbit "green bond" di dunia adalah sektor perbankan. Dana yang didapat melalui penerbitan "green bond" itu disalurkan kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki proyek ramah lingkungan.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018