Bandung (ANTARA News) - Calon Gubernur Jawa Barat nomor urut empat Deddy Mizwar atau menduga ada pihak yang menunggangi aturan KPI yang mengeluarkan surat edaran yang melarang calon kepala daerah di Pilkada 2018 berkampanye melalui seni drama, sinetron, maupun seni peran lainnya di layar televisi.Rencananya besok kita akan somasi, bahkan kalau tidak dicabut edaran tersebut, maka kita akan tindak lanjut pada gugatan ke PTUN."
Larangan tersebut dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam surat edaran Nomor 68 Tahun 2018.
"Saya menduga ada pihak pihak yang berusaha mensiasatinya dengan kebijakan dan aturan dari Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI khususnya terkait penayangan film sinetron di bulan ramadhan tahun ini," kata Deddy Mizwar, di Bandung, Kamis.
"Hal Ini sangat memprihatinkan, larangan itu sangat tendensius, dan itu terkesan ada agenda setting dan dipolitisir, jangan jangan ditunggangi nih," lanjut pria yang akrab disapa Demiz ini.
Ia mengatakan, nuansa politik dalam larangan KPI tersebut sangat kental. Pihaknya khawatir kebijakan larangan tersebut ditunggangi oleh pihak pihak tertentu yang ingin mensiasatinya di pilgub jabar.
Apalagi dirinya mendapat informasi di luaran bahwa larangan yang dikeluarkan KPI tersebut diarahkan pada dirinya.
"Ini sangat tendensius, dan informasinya larangan itu ditujukan untuk menghantam saya. Tidak menutup kemungkinan itu dipesan pihak pihak tertentu. Tapi untuk kepastiannya sedang kita telusuri," katanya.
Dirinya mengaku telah bertemu dengan KPU Pusat dan mengkonfirmasi masalah larangan tersebut dan hasil diskusi tersebut diketahui bahwa larangan itu merupakan kesepakatan bersama, antara KPI, Bawaslu, KPU dan Dewan Pers.
Namun demikian dalam kesepakatan tersebut tidak disinggung masalah penayangan sinetron. "Jadi larangan itu adalah penafsiran dari KPI, dan tidak menyentuh pada hal kesepakatan," katanya.
Oleh karena itu, Demiz akan melakukan gugatan hukum kepada KPI terkait dengan adanya surat edaran larangan tersebut.
"Besok kita akan layangkan somasi untuk KPI," ujarnya.
Rencananya, lanjut pria yang akrab disapa Demiz ini, tim advokasi akan menindak lanjuti gugatan somasi tersebut ke KPI dan berencana membawa kasus tersebut ke PTUN.
"Rencananya besok kita akan somasi, bahkan kalau tidak dicabut edaran tersebut, maka kita akan tindak lanjut pada gugatan ke PTUN," katanya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, memang dalam waktu dekat khususnya di bulan ramadhan ini pihaknya dan salah satu lembaga penyiaran akan menayangkan sinetron religi berjudul "Cuma Disini" sebagai pengganti dari sinetron para pencari Tuhan.
"Sinetron religi ini kan memang rutin ditayangkan pada setiap tahunnya, dan profesi saya memang aktor, bukan orang yang sengaja mencari popularitas melalui tayangan film. Bahkan di sinetron itu pun tidak ada hal hal yang menyangkut kampanye politik, tetapi justru disana ada syiar Islam, dan ada edukasi bagi masyarakat," katanya.
Dinilai Tendensius
Sementara itu Wakil Ketua Tim Pemenangan Deddy-Dedi, Asep Wahyuwijaya, menilai aturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terkait larangan program acara di televisi bagi calon kepala daerah sebagai aturan tendensius dan bertentangan dengan asas Equality Before the Law.
"Menurut saya aturan KPI itu terkesan tendensius. Aturan ini sebenarnya untuk siapa? Apakah untuk semua peserta Pilkada yang ikut Pilkada 2018 ini atau hanya untuk satu orang calon saja?" kata Asep.
Menurut Asep, hanya Deddy Mizwar calon kepala daerah yang berlatar belakang sebagai artis atau bintang film dan pekerjaan itu sudah dijalani jauh hari sebelum pilkada dan mencalonklan kepala daerah.
Apabila ada aturan seperti itu, katanya, artinya aturan itu hanya diberlakukan untuk Deddy Mizwar saja.
Oleh karena itu, lanjut Asep, sinetron yang dibintangi Deddy Mizwar dan akan ditayangkan pada bulan Ramadhan nanti, sudah bisa dipastikan bukan untuk kepentingan kampanye.
"Namun itu rutinitas yang sudah dilakukan setiap tahun sebelum Pilkada ini. Tidak hanya untuk sinetron baru ini, namun juga seri-seri sinetron lainnya,? kata Asep.
Hal ini, kata dia, artinya dalam sinetron itu tidak ada upaya pencitraan atau mencitrakan diri baik secara implisit maupun secara eksplisit dan sama sekali tidak simbol-simbol yang muncul terkait calon nomor empat, dalam sinetronnya.
"Apakah menggunakan gerakan tangan atau candaan yang muncul dalam dialog, itu sama sekali tidak ada. Deddy Mizwar main film tidak tiba-tiba karena itu memang profesinya artis atau bintang film," katanya.
"Kalau ada calon kepala daerah yang tiba-tiba main film, itu boleh jadi untuk pencitraan atau mencitrakan diri, lebih jauhnya berkampanye," lanjut Asep.
Dia menambahkan, soal larangan main film sebenarnya pernah didiskusikan dengan Bawaslu dan isu yang muncul adalah adanya kekhawatiran muatan kampanye dalam sinteron tersebut.
Untuk memastikan sinetron ini mengandung muatan kampanye atau tidak, kata Asep lagi, script atau skenario dari sinetron tersebut bisa dicek atau diperiksa dulu dan bahkan, katanya, untuk mengecek ini bisa melibatkan Badan Sensor Film (BSF).
"BSF adalah pemegang otoritas yang mengkoreksi materi setiap tayangan sinetron dan film. Saya pikir BSF lah yang layak untuk menilai apakah sinetron Deddy Mizwar itu kampanye atau tidak," ujar Asep.
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018