Sigi, Sulawesi Tengah (ANTARA News) - Tokoh agama Islam dan Polres Sigi bersatu melawan radikalisme, intoleransi untuk mewujudkan perdamaian, persatuan dan kesatuan di daerah itu.Melawan radikalisme, intoleransi, hoax, untuk mewujudkan perdamaian di Sigi, harus melibatkan pihak-pihak lain dan membangun gerakan perdamaian yang masif."
Polres Sigi melibatkan tokoh agama Islam dan ulama di Sulawesi Tengah dalam tabligh akbar degan tema sinergitas Polri, ulama dan masyarakat dalam mencegau radikalisme, intoleransi, konflik SARA, dan informasi hoax, untuk Kabupaten Sigi aman dan damai, Kamis.
"Melawan radikalisme, intoleransi, hoax, untuk mewujudkan perdamaian di Sigi, harus melibatkan pihak-pihak lain dan membangun gerakan perdamaian yang masif," kata Prof Zainal Abidin MAg, salah seorang Tokoh Agama Islam di Sulteng.
Guru Besar Pemikiran Islam Modern IAIN Palu ini menyebut radikalisme, dan intoleransi adalah gerakan yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu.
Kelompok gerakan ini cenderung menganggap paling benar, dan menyalahkan kelompok yang berbeda dengan mereka.
"Kelompok ini memaksakan pendapatnya untuk diterima oleh semua kalangan. Ini keliru, karena tidak menghargai dan menghormati perbedaan," kata Prof Zainal Abidin, di Sigi, Kamis.
Ketua MUI Palu ini mengemukakan umat harus tingkatkan pemahaman terhadap agama dan keagamaan jika melawan gerakan intoleransi, radikalisme dan ektrimisme.
"Salah satunya harus dengan pemahaman agama yang luas, yang menyeluruh, moderat," ungkap Prof Dr H Zainal Abidin MAg.
Menurut dia gerakan intoleransi, radikalisme dan ekstrimisme yang muncul dari kelompok-kelompok tertentu, tidak bisa dihadapi dengan pemahaman agama dan keagamaan yang tidak menyeluruh.
Sebab, salah satu faktor sehingga seseorang atau sekelompok orang menjadi radikal, intoleran, dan ekstrimisme dikarenakan pemahaman terhadap anjuran dan ajaran agama yang tidak menyeluruh.
Ia menguraikan pihak-pihak tersebut cenderung menganggap diri dan pendapatnyalah yang benar, yang dianggapnya telah sejalan sesuai dengan anjuran agama.
Ironisnya, pemahaman seperti itu memunculkan fanatik yang berlebihan. Sehingga cenderung enggan menerima saran dan pendapat dari kelompok lain yang berbeda dengan mereka.
"Parahnya, kelompok yang terlalu fanatik dengan faham dan pendapatnya cenderung menyalahkan kelompok lain yang berbeda dengan mereka," ujarnya.
Ia menguraikan beberapa faktor menjadi penyebab munculnya intoleransi, radikalisme dan ekstrimisme kemudian membawa-bawa nama agama antara lain merasa paling benar, padahal karena pemahaman agama dan keagamaan yang sempit, serta fanatik berlebihan sehingga menuding kelompok lain salah.
Lebih lanjut dia mengutarakan saling menghargailah kita, menghargai dan menghormati perbedaan keyakinan dan faham kelompok lain, tidak sama dengan mengakui.
Kapolres Sigi Ajun Komisaris Besar Polisi Wawan Sumantri mengaku bahwa pihaknya lewat satuan tugas Nusantara yang telah terbentuk menggandeng tokoh agama untuk memberikan pemahaman keagamaan kepada masyarakat sebagai upaya mewujudkan perdamaian dan persatuan.
"Kami berharap agar masyarakat yang hadir atau jamaah tabligh akbar dapat mencermati, mendengar secara seksama penyampaian isi ceramah para tokoh agama," sebut AKBP Wawan Sumantri.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018