"Berdasarkan pantauan dari Satelit Himawari pada pukul 14.00 WIB tercatat bahwa sebaran abu vulkanik Merapi sudah mulai menjauh dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan sudah mengarah ke laut pantai selatan di perairan Samudera Hindia," katanya usai menghadiri kegiatan di Universitas Jember, Jawa Timur, Jumat sore.
Ia mengatakan udara di Yogyakarta sudah mulai bersih dari sebaran abu vulkanik Gunung Merapi karena abu vulkaniknya sudah bergerak menjauh ke arah pantai selatan dan berdasarkan citra satelit juga menunjukkan bahwa abu vulkanik di sekitar gunung yang memiliki ketinggian 2.930 meter dari permukaan laut itu juga sudah bersih.
"Abu vulkanik yang menuju ke perairan Samudera Hindia tersebut tidak akan mengganggu pelayaran karena abu tersebut hanya berdampak pada jarak pandang saja, namun tidak mengganggu mesin kapal yang berada di bawah," tuturnya.
Menurutnya, sebaran abu vulkanik tersebut sangat berbahaya bagi penerbangan karena abu yang sangat kecil itu bisa masuk mesin pesawat terbang dan dapat menyebabkan kerusakan mesin, sehingga membahayakan keselamatan penumpang.
"Potensi yang paling berbahaya dampak sebaran abu vulkanik tersebut adalah penerbangan udara karena abunya dapat merusak mesin pesawat terbang, bahkan Bandara Adisucipto informasinya tadi sempat ditutup, namun siang ini saya belum mendapat informasi apakah sudah dibuka atau belum," katanya.
Ia menjelaskan pihak BMKG memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemantauan terhadap sebaran abu vulkanik gunung berapi yang meletus seperti erupsi freatik Gunung Merapi yang terjadi beberapa jam lalu.
"Kami terus melakukan pemantauan setiap jam terkait dengan sebaran abu vulkanik Gunung Merapi tersebut. Kalau erupsinya sudah berhenti, maka prediksi sebaran abu vulkanik tersebut menjauh bergerak ke arah selatan," ujarnya.
Letusan freatik Gunung Merapi terjadi pada Jumat sekitar pukul 07.32 WIB dan letusan tersebut disertai suara gemuruh dengan tekanan sedang hingga kuat dan tinggi kolom 5.500 meter dari puncak kawah. Letusan melontarkan abu vulkanik, pasir dan material piroklatik.
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018