"Undang-Undang Terorisme perlu segera dituntaskan karena akan menjadi payung hukum penting bagi pemangku kepentingan yang akan terlibat mencegah terorisme dan radikalisme," kata Erwan dalam forum pernyataan sikap UGM terhadap teror bom di Surabaya di University Club, UGM, Yogyakarta, Minggu.
Menurut Erwan, tanpa payung hukum yang jelas, penanganan aksi-aksi teror terkesan terfragmentasi antara kepolisian, TNI, dan kementerian terkait. Pihak mana saja yang seharusnya terlibat dalam pencegahan teror dan radikalisme belum ditentukan secara jelas.
Ia menduga ada kelompok atau oknum tertentu yang sengaja menyandera RUU tersebut sehingga tidak rampung hingg kini.
"Ini `kan sebetulnya tidak segera disahkan karena ada tarik-menarik kepentingan. Semua pihak ingin menjadi `leading sector`-nya. Saya kira kalau tidak segera dibereskan, kepentingan nasional yang jadi korban," katanya.
Menurut Erwan, seluruh instansi, seperti TNI, kepolisian, hingga Badan Narkotika Nasional (BNN), ingin terlibat dalam penanganan terorisme hingga program deradikalisasi.
Namun, sayangnya pembagian peran masing-masing hingga kini belum ada penjelasan secara perinci.
"Seperti (kasus kerusuhan napi teroris) di Mako Brimob, mestinya TNI juga dilibatkan. Akan tetapi, Polri merasa ingin menangani sendiri," katanya.
Sementara itu, menurut Erwan, dengan pembagian peran yang jelas, sebetulnya program deradikalisasi tidak hanya dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). BNN, menurut dia, juga bisa membantu melakukan program serupa.
"Saya kira (tugas deradikalisasi) bukan hanya BNPT, melainkan melibatkan semua pihak secara sinergis," katanya.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018