"Bulan sabit yang ingin diamati pada tanggal 15 Mei 2018 merupakan bulan sabit penanda beralihnya bulan Syaban ke bulan Ramadhan dalam kalender Hijriyah 1439 H," ujar Humas Observatorium Bosscha, Denny Mandey dalam keterangan tertulisnya, Selasa.
Menurutnya, kalender Hijriyah merupakan sistem penanggalan yang mengacu kepada siklus periodik fase Bulan. Urutan kemunculan fase bulan digunakan sebagai penanda waktu dan periode dalam kalender lunar (bulan sabit sebagai penanda awal atau akhir bulan dan bulan purnama menandakan pertengahan).
Satu bulan pada kalender lunar ditetapkan sebagai panjang waktu atau periode satu siklus bulan mengeliling bumi, yakni selama rata-rata 29,53 hari atau yang biasa disebut periode Sinodis.
"Penghitungan hari dalam kalender Hijriyah dimulai saat matahari terbenam dan penetapan awal bulan pada kalender Hijriyah dimulai setelah terjadi konjungsi, yakni saat posisi bulan dan matahari berada pada posisi garis bujur ekliptika yang sama," katanya.
Konjungsi ditetapkan sebagai batas astronomis antara bulan yang sedang berlangsung dengan bulan berikutnya dalam sistem kalender lunar. Pada saat konjungsi, matahari, bulan, dan bumi dalam konfigurasi segaris. Sehingga bulan akan berada pada fase bulan mati diamati dari permukaan bumi.
"Peralihan bulan dalam kalender Hijriyah menjadi menantang ketika kita masukkan faktor `melihat` atau `sighting` Bulan sabit setelah konjungsi terjadi sebagai kriteria," katanya.
Terlepas dari perbedaan kriteria yang muncul di masyarakat, keberhasilan teramatinya bulan sabit muda yang tipis secara astronomis merupakan kombinasi dari banyak faktor penentu.
Adapun faktor-faktornya yakni posisi relatif bulan terhadap matahari dari posisi tertentu di permukaan bumi, usia bulan, porsi kecerahan bulan (iluminasi), dan kondisi langit dan cuaca di sekitar horison.
Dari Observatorium Bosscha, bulan yang diamati terbenam setelah matahari. Namun karena jeda waktu dengan terbenamnya matahari yang sangat singkat sekitar 44 detik, dan dikombinasikan dengan posisi projektif bulan yang sangat dekat dengan matahari (elongasi sekitar 4 derajat) dan iluminasi yang sangat rendah 00,17 persen, maka hilal tidak dapat diamati secara astronomis.
Meskipun penetuan awal Ramadhan dan Syawal ditetapkan oleh pihak yang berwenang khususnya Pemerintah Pusat melalui proses sidang itsbat, namun Bosscha bisa memberi masukan mengenai hasil perhitungan, pengamatan, dan penelitian tentang hilal.
"Bisa memberikan data kepada unit pemerintah yang berwenang jika diperlukan sebagai masukan untuk sidang itsbat," katanya.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan secara resmi hasil sidang itsbat menetapkan 1 Ramadhan jatuh pada Kamis (17/5).
Baca juga: Menag: Tidak ada perukyat melihat hilal
Baca juga: Pemerintah tetapkan awal puasa Kamis
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018