"Saat ini dunia darurat memerlukan energi baru terbarukan guna menjamin efisiensi dan sejalan dengan pertumbuhan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan," kata Nurhayati, Jumat.
Untuk itu, ujar dia, BKSAP DPR RI juga kembali mencetuskan penyelenggaraan Forum Parlemen Dunia untuk Pembangunan Berkelanjutan dengan tema "Kemitraan menuju Energi Terbarukan bagi Semua".
Gagasan Forum Parlemen Dunia yang dijadwalkan bakal digelar pada September 2018 bakal menyoroti bahwa sumber-sumber energi konvensional yang tidak terbarukan dinilai masih menjadi sumber energi yang mengakibatkan pemanasan global.
Politisi Partai Demokrat itu menegaskan, parlemen sebagai institusi krusial memiliki peranan penting menentukan arah kebijakan pemerintah terkait perundangan, anggaran, pengawasan dan diplomasi luar negeri, dengan tujuan menyejahterakan masyarakat dunia serta menjaga kesinambungan planet bumi.
Sebelumnya di Indonesia, Pemerintah RI melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan telah siap menganggarkan dana revitalisasi sebesar Rp66 miliar untuk memperbaiki 52 pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) di seluruh penjuru Indonesia yang saat ini dalam kondisi rusak dan belum diserahterimakan kepada Pemerintah Daerah.
"Dana yang tersedia Rp66 miliar. Tapi, jika ada penilaian lebih lanjut dan dibutuhkan dana lebih, maka seandainya disetujui Pimpinan dan tersedia anggaran optimalisasi hasil lelang bias dipergunakan," ujar Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Direktorat Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Noor Arifin Muhammad di sela-sela peresmian pembangkit listrik tenaga surya terpusat di desa Bencah Umbai, kabupaten Siak, Riau, Kamis (5/4).
Noor mengatakan untuk saat ini, pemerintah hanya akan melakukan revitalisasi pada 52 unit dari sekitar 68 unit infrastruktur yang mengalami kerusakan, pada pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga hybrid (diesel dan surya), pembangkit listrik tenaga sampah kota (PLTSa) dan pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm).
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan infrastruktur pembangkit listrik rusak. Selain disebabkan oleh bencana alam, juga disebabkan ole kevakuman pengelola pembangkit karena belum diserahterimakan kepada pihak pemda sementara masa pemeliharaan dari kontraktor sudah selesai.
Bahkan, bagi pembangkit listrik yang nilainya di atas Rp10 miliar, prosedur serah terimanya lebih rumit karena harus mendapatkan persetujuan Presiden, yang biasanya membutuhkan waktu lebih dari setahun.
"Proses lelang sebenarnya telah dimulai pada tahun lalu, tapi baru tahun ini efektifnya dan revitalisasi dijadwadlkan rampung hingga akhir tahun," kata Noor.
Ditjen EBTKE telah membangun 686 unit pembangkit listrik EBT dengan total nilai mencapai Rp3,01 triliun.
Dari jumlah tersebut, 126 unit dengan total nilai mencapai Rp1,044 triliun belum diserahterimakan ke Pemda. Sementara, 68 diantaranya dengan total nilai sebesar Rp305 miliar mengalami kerusakan berat dan ringan.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018