"Trastuzumab merupakan standar terapi yang diakui di dunia bahkan masuk dalam daftar obat esensial WHO," kata Ceisy di Jakarta, Minggu.
Ceisy mengatakan BPJS Kesehatan tidak menjamin resep obat penderita kanker payudara, Trastuzumab per 1 April 2018 berdasarkan rekomendasi Dewan Pertimbangan Klinis.
Ia mengisahkan penderitaan sebagai pasien kanker payudara yang harus menanggung sendiri biaya pengobatan yang relatif mahal termasuk membeli obat kanker payudara jenis HER2+ yakni Trastuzumab.
Ceisy yang didiagnosa menderita kanker payudara pada Februari 2018 awalnya berharap mendapatkan jaminan resep Trastuzumab melalui BPJS Kesehatan.
Namun wanita asal Manado Sulawesi Utara itu terkejut ketika BPJS Kesehatan tidak menanggung banyak mengenai pemeriksaan hingga pengobatan kanker payudara termasuk menolak klaim obat Trastuzumab.
"Obat yang merupakan standar terapi untuk kanker dan disarankan dokter ternyata tidak lagi ditanggung BPJS Kesehatan," tutur Ceisy.
Ceisy mengaku telah menjalani tahapan kemoterapi sebanyak tiga kali dengan biaya ditanggung sendiri senilai Rp29 juta agar tetap menggunakan Trastuzumab.
Ia disarankan dokter menjalani kemoterapi sebanyak 18 kali dengan sistem paket namun saat ini Ceisy tidak mengikuti kemoterapi dari BPJS Kesehatan lantaran memberi efek terhadap jantung.
Ceisy sempat mendatangi BPJS Kesehatan di Cempaka Putih Jakarta Pusat sebagai upaya agar mendapatkan jaminan obat khusus penderita kanker payudara itu namun pihak BPJS Kesehatan belum memberikan jawaban.
Sementara itu, Ketua Umum dan pendiri "Cancer Information and Support Center" Aryanthi Baramuli mengungkapkan banyak penderita kanker payudara di Indonesia yang mengalami hal serupa Ceisy.
"Sebagai organisasi pasien, kami telah menyampaikan permasalahan ini kepada Komisi IX DPR RI dan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan bahkan Presiden," tutur Aryanthi.
Aryanthi berharap pemerintah dapat membantu dan melindungi pemenuhan hak kesehatan penderita kanker.
Aryanthi mengapresiasi anggota Komisi IX DPR RI telah mengundang organisasi pasien yang dipimpinnya dalam rapat dengar pendapat pada 9 April 2018.
Pewarta: Taufik Ridwan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018