"Dapat mengganggu saluran pernafasan, apalagi di jalanan yang padat kendaraan. Yang punya risiko asma bisa lebih memicu asma, sampai jangka panjang adalah kanker paru-paru," kata Imran Agus Nurali dalam rilis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Menurut Imran, emisi kendaraan bermotor memang menjadi salah satu sumber pencemar udara di samping sumber pencemar lain, seperti industri, perkantoran, dan perumahan.
Pencemaran udara dari kendaraan bermotor yang melebihi ambang batas, lanjut dia, akan mengakibatkan gangguan kesehatan.
"Kualitas udara bisa menurun dan tentu saja berdampak negatif terhadap kesehatan manusia," lanjut Imran.
Imran menjelaskan, salah satu dampak negatif tersebut adalah kanker karena bisa terdapat reaksi hidrokarbon (HC) di udara dan membentuk ikatan baru yaitu plycyclic aromatic hidrocarbon (PAH).
PAH tersebut, lanjutnya, banyak dijumpai di daerah industri dan daerah dengan tingkat lalu lintas yang padat.
"Bila PAH ini masuk dalam paru-paru akan menimbulkan luka dan merangsang terbentuknya sel-sel kanker," kata Direktur Kesehatan Lingkungan Kemenkes.
Ia memaparkan, kanker akibat pencemaran udara erat kaitannya dengan radikal bebas, yang pada umumnya mengakibatkan ketidaknormalan dalam metabolisme tubuh.
Mengingat dampak buruk BBM oktan rendah itulah, Kemenkes mendukung upaya peningkatan kualitas udara melalui jaminan ketersediaan BBM berkualitas.
Antara lain, seperti tercermin melalui Peraturan Menteri (Permen) LHK No. 20/Setjen/Kum.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O. Aturan tersebut, mengatur pemberlakuan standar emisi, yaitu sesuai teknologi Euro-4 di Indonesia.
"Mendukung BBM berkualitas. Karena ketersediaan BBM dengan kualitas baik yang disertai kualitas kendaraan laik jalan atau hasil uji emisi baik, akan mengurangi polusi udara," kata dia.
Imran mengutarakan harapannya agar kebijakan kementerian terkait untuk menggunakan BBM yang tidak akan berpotensi menghasilkan polutan yang melebihi nilai ambang batas yang ditetapkan oleh Permen LHK tersebut.
Baca juga: Pengamat: kualitas udara di Jakarta sudah parah
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018