"Alokasinya Rp13 triliun untuk tahun ini, sesuai dengan PP No.5 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Haji kan," ujar Eko saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa.
Eko menuturkan, BPKH pada bulan yang lalu telah menandatangani nota kesepahaman dengan PINA. BPKH menunjuk PINA untuk mencarikan proyek-proyek yang imbal hasilnya baik namun risikonya juga relatif terjaga dengan baik.
"Karena ini kan dana umat, jadi kita sangat menekankan risiko ini menjadi perhatian penting," kata Eko.
Ia mengatakan, Unit Tim Fasilitasi PINA bersama pengurus BPKH kini tengah mengkaji 23 proyek yang akan menjadi tempat investasi dana umat tersebut, mulai dari sektor perkebunan hingga infrastruktur seperti jalan tol atau pelabuhan.
"Instrumennya sendiri pasti dalam bentuk syariah yang dalam bentuk tidak direct investment, tapi near equity seperti RDPT Syariah, perpetual note syariah, dan lainnya," ujar Eko.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengarahkan bahwa investasi dana haji selain harus betul-betul dilakukan dengan prinsip syariah dan kehati-hatian, juga harus memilih yang paling kecil risikonya dan bisa mendapat manfaat yang sebesar-besarnya.
Presiden juga menyinggung kemungkinan penggunaan dana-dana haji yang lebih efektif, sehingga penggunaannya tidak hanya untuk jemaah haji, tapi juga berbagai kepentingan umat Islam secara keseluruhan.
Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu mengatakan, program investasi yang akan dilakukan oleh BPKH terdiri atas dua jenis yaitu investasi di Arab Saudi dan Indonesia. Hal itu dilakukan agar biaya yang diperlukan untuk penyelenggaraan ibadah haji menjadi lebih efisien.
"Tahun 2019 kita akan melakukan investasi supaya biaya ibadah haji lebih efisien dan jemaah lebih nyaman, serta seluruh kontrak-kontrak pemondokan dilakukan lebih awal dan tidak lagi dilakukan hanya satu tahun saja," ujar Anggito seperti dikutip dari laman Setkab.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018