Setelah mengucap sumpah jabatan sebagai Gubernur BI di Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis, Perry mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini maksimal menyentuh 5,2 persen (yoy).
"Memang kita mau lebih tinggi, tapi ada beberapa aspek ekonomi domestik yang belum bisa mendorong sampai 5,3-5,4 persen. Namun 5,2 persen itu cukup baik," kata Perry yang menghabiskan lima tahun terakhirnya sebagai Deputi Gubernur BI.
Bank Sentral ingin menjangkar pertumbuhan ekonomi tahun ini di rentang 5,1-5,5 persen (yoy). Namun hingga kuartal I 2018 pertumbuhan ekonomi baru mencapai 5,06 persen (yoy), dengan masih melambatnya pertumbuhan konsumsi.
Perry yang selalu mengampanyekan kebijakan moneter propertumbuhan dan prostabilitas itu, menekankan di sisa tahun BI tetap akan mengedepankan kebijakan moneter untuk memelihara stabilitas perekonomian. Namun, BI tidak akan mengabaikan jika terdapat kesempatan bagi Bank Sentral untuk menyesuaikan kebijakan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Satu instrumen kebijakan moneter kami akan otoritaskan untuk jaga stabilitas. Tapi kami ada empat instrumen untuk pro pertumbuhan," ujarnya.
Empat instrumen tersebut, pertama yakni relaksasi kebijakan makroprudensial, yang didalamnya adalah kebijakan untuk relaksasi di bidang pembiayaan perumahan. Kemudian, kedua kebijakan makroprudensial untuk mempercepat pendalaman pasar keuangan.
"Pendalaman pasar keuangan ini termasuk untuk menerbitkan instrumen pembiayaan infrastruktur," ujarnya.
Ketiga, kebijakan sistem pembayaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ekonomi digital nasional.
Selanjutnya, keempat untuk memperkuat akselerasi keuangan dan ekonomi syariah, termasuk membangun industri produk halal, dan pengembangan riset edukasi dan kampanye ekonomi syariah.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2018