"Lebih baik prioritaskan keselamatan jamaah karena memang tidak terelakkan akan berhadapan dengan situasi dilematis ketika Jumrah Aqobah," kata Djamil yang juga mantan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama di Jakarta, Senin (28/5) malam.
Saat ditemui di Asrama Haji Pondok Gede, dia mengatakan sesuai taklimatul hajj atau aturan ibadah haji, jamaah Indonesia tidak masuk dalam jadwal melontar di waktu afdhal Jumrah Aqobah.
Salah satu alasan pertimbangan taklimatul hajj itu karena fisik jamaah Indonesia yang tidak memungkinkan untuk masuk dalam kerumunan jamaah antarnegara di waktu utama Jumrah Aqobah.
Saat hari Aqobah, kata dia, setiap jamaah sejatinya ingin melempar pada waktu yang afdhal sehingga sekitar dua juta orang ingin melempar jumrah di waktu pagi atau saat Dhuha.
Dalam kerumunan yang sangat padat itu jamaah terutama yang memiliki fisik kecil berisiko terdesak bahkan terinjak oleh jamaah yang memiliki fisik lebih besar dan kuat.
"Maka kemudian dalam Taklimatul Hajj diberi jadwal melontar, negara ini, jam ini dan Indonesia biasa pada siang hari. Ini untuk keselamatan mereka. Sering kejadian membahayakan keselamatan seperti itu karena terlalu mengejar afdhal tapi mengabaikan aspek-aspek keselamatan," katanya.
Untuk itu, Djamil meminta kesadaran dari jamaah haji Indonesia terhadap Taklimatul Hajj tersebut demi keselamatan beribadah. Selain itu, dia mendorong agar petugas haji selalu mengingatkan jamaah untuk tidak nekat melakukan lempar Jumrah Aqobah pada waktu afdhal.
Petugas haji, kata dia, bisa meminta jamaah untuk tidak keluar dari kawasan Mina di waktu Jumrah Aqobah sebelum waktu melontar diberikan.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018