"Dua belas tahun tragedi semburan lumpur Sidoarjo hingga saat ini volume semburan lumpur panas belum terhenti dan luas kolam penahan lumpur semakin dilebarkan dan terus ditinggikan," katanya saat dikonfirmaai di Sidoarjo, terkait dengan peringatan 12 tahun semburan lumpur Lapindo, Selasa.
Ia mengemukakan, sebenarnya sejak tahun 2006, banyak ide dan upaya menghentikan semburan lumpur di proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo itu. Salah satunya adalah teori Bernoulli.
"Teori Bernoulli akan menyeimbangkan tekanan atas dan bawah sehingga semburan lumpur stabil," ujar dia.
Menurut dia, dengan stabilnya tekanan, otomotis semburan lumpur panas akan berhenti dengan sendirinya.
Saat ini, kata dia, kawasan di sekitar semburan lumpur ada penurunan atau tanah yang mengarah ke amblesan pelan-pelan (Lane Subsidence) 3 centimeter setiap enam bulannya.
Baca juga: Lumpur Lapindo kini urusannya PPLS
"Sekarang semburan lumpur ini dijadikan obyek wisata Lumpur Sidoarjo atau Lusi oleh Pemkab Sidoarjo, menurut saya itu sangat rentan dan berbahaya bagi masyarakat. Hal itu karena jika turunnya tanah atau subsidence terjadi mendadak pasti akan dalam amblas nya, kan bahaya karena akan menimbulkan korban jiwa, tak hanya itu kerusakan infrastruktur yang akan lebih parah," katanya.
Djaja menegaskan jika solusi menghentikan lumpur ini sangat penting, karena semburan sudah berjalan 12 tahun hari ini tepat. Tapi hingga saat ini belum ada tindakan nyata untuk penghentian semburan lumpur tersebut, malah dijadikan obyek wisata.
"Jika semburan ini tidak dihentikan, maka akan menjadi bom waktu. Saat ini solusinya hanya aliran lumpur yang bercampur air dibuang ke Kali Porong, jika itu terus-menerus dilakukan maka jelas akan membuat sedimentasi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia sebaiknya cepat menghentikan semburan lumpur tersebut, salah satunya dengan teori Bernoulli ini. Bukan malah dijadikan obyek wisata, sangat membahayakan," katanya.
Baca juga: Peninggian tanggul lumpur capai 75 persen
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018