“Cara kerja alat yang dilengkapi dengan pemanas ini, adalah dengan cara mencelupkan sampel kulit pada air mendidih, dan setelah sampel mengerut lebih dari 10 persen hasil pembacaan suhunya dapat diketahui secara digital seperti yang terbaca di monitor,” kata Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.
Inovasi ini akan membantu pelaku industri menentukan kualitas masak kulit hasil penyamakan dengan lebih cepat, tepat dan akurat.
Selain itu, keunggulan alat ini adalah praktis dan mudah dalam operasional penggunaannnya sehingga mampu mendeteksi pengerutan semua jenis kulit hingga 0,3 persen. Kemudian, metode uji yang digunakan sudah baku dan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
“Dari segi harga, alat ini juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan shrinked temperature leather yang biasa digunakan di luar negeri,” ungkap Ngakan.
Bahkan, Alat Uji Suhu Pengerutan Kulit Tersamak Sistem Digital ini telah didaftarkan dalam paten sederhana dengan nomor S00201508240 dan telah digunakan di laboratorium riset kulit BBKKP.
Menurutnya, masih banyak pelaku industri di dalam negeri yang melakukan uji suhu pengerutan kulit penyamakan dengan menggunakan metode boiling test. Metode ini dianggap mempunyai prosedur yang kompleks dengan tingkat akurasi yang rendah.
“Metode boiling test dilakukan dengan memotong sampel dari bagian kulit yang paling tebal. Kemudian menggambar kontur sampel tersebut pada selembar kertas. Sampel dimasukkan ke dalam air mendidih selama lima menit, lalu digambar kembali konturnya pada kertas. Langkah selanjutnya dilakukan perbandingan, terjadi penyusutan atau tidak,” papar Ngakan.
Jika terjadi penyusutan kurang dari 10 persen, maka proses penyamakan dianggap sudah lengkap atau sudah masak.
Tetapi jika terjadi penyusutan lebih dari 10 persen, maka proses penyamakan dianggap belum sempurna atau dikenal dengan istilah kulit belum masak, sehingga perlu dilakukan penambahan waktu pada proses tanning atau dapat juga dilakukan penambahan soda.
“Proses pengecekan suhu kerut dengan melalui boiling test ini perlu dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan hasil kulit yang masak, sehingga perlu dibantu dengan menggunakan peralatan yang mudah, akurat, dan hasilnya dapat dipercaya,” ungkap Ngakan.
Oleh karena itu, rekayasa alat uji suhu kerut kreasi BBKKP ini diyakini dapat menjadi jawaban bagi industri penyamakan kulit yang terbiasa menggunakan metode boiling test sebelumnya.
Dengan adanya inovasi tersebut, Kemenperin pun berharap kinerja industri kulit, barang jadi kulit dan alas kaki di dalam negeri akan semakin meningkat.
Pada tahun 2017, sektor ini tercatat tumbuh 2,22 persen dengan peningkatan kontribusi ekspor sebesar 6,98 persen atau senilai USD5,36 miliar.
“Kecenderungan peningkatan nilai ekspor alas kaki ini menjadikan sektor industri kulit nasional sangat potensial untuk dikembangkan karena kualitasnya sudah diakui dunia sebagai bahan baku barang jadi kulit dan alas kaki yang berkualitas tinggi,” tutur Ngakan.
Industri penyamakan kulit baik kelas menengah maupun besar tersebar di sejumlah daerah di pulau Jawa, meliputi Bogor, Cianjur dan Bandung, Yogyakarta, Solo, Semarang, Malang, Pasuruan, Sidoarjo dan Surabaya.
Sementara itu, industri penyamakan rumahan sebagian besar berada di daerah Garut dan Magetan.
Selain menjalankan fungsi litbang, BBKKP juga mempunyai tugas melaksanakan kegiatan kerja sama, standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan plastik.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018