"Saat ini, penyebaran radikalisme tidak hanya melalui kampus, namun langsung ke setiap individu melalui media sosial," kata Nasir di Jakarta, Kamis.
Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) menyebut kampus ternama seperti Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Insitut Teknologi Surabaya (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB) sudah terpapar radikalisme.
"Saya melihat tidak hanya tujuh kampus itu saja yang terpapar, potensinya besar," kata Nasir.
Nasir menjelaskan bahwa paparan radikalisme di kampus sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1983, saat pemerintah menerapkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Penerapan NKK/BKK melarang kegiatan politik di kampus dan kekosongan tersebut memunculkan peluang bagi penyebaran radikalisme.
Guna menangkal paparan radikalisme, ia menjelaskan, kementerian mendeklarasikan gerakan antiradikalisme di kampus.
Bersama pimpinan perguruan tinggi di seluruh Indonesia, kementerian juga terus berupaya untuk mencegah perkembangan paham radikalisme di perguruan tinggi. Kementerian meminta para rektor mengawasi dengan baik organisasi-organisasi yang berpotensi menyebarkan radikalisme di kampus.
Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi, menurut Nasir, juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menindak aparatur sipil negara yang terlibat dalam kegiatan radikalisme.
Sebelumnya, ia mengatakan, telah menginstruksikan para rektor memantau aktivitas pengajar dan mahasiswa secara reguler dan memberhentikan sementara dosen atau petinggi kampus yang terbukti ikut serta dalam menyebarkan radikalisme atau terorisme.
Baca juga: DPR soroti BNPT lantaran PT terpapar radikalisme
Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018