• Beranda
  • Berita
  • Pertanian Indonesia dinilai kuat hadapi cuaca ekstrem

Pertanian Indonesia dinilai kuat hadapi cuaca ekstrem

6 Juni 2018 13:50 WIB
Pertanian Indonesia dinilai kuat hadapi cuaca ekstrem
Sejumlah warga bergotong royong membangun saluran irigasi untuk mengairi lahan pesawahan di Desa Tanjungsari, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (12/5/2018). PT Pupuk Indonesia mendorong program Padat Karya Tunai (PKT) yang disalurkan khususnya pada perbaikan dan pembangunan sarana dan prasarana pendukung pertanian serta pendayagunaan sumber daya alam berbasis pemberdayaan masyarakat di pedesaan, sebagai bentuk nyata untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional, dengan melibatkan 400 warga dari empat dusun. (ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
Jakarta (ANTARA News) - Pertanian di Indonesia dinilai memiliki daya yang kuat untuk menghadapi cuaca yang ekstrem sehingga produktivitas pangan sejatinya bisa tetap kontinyu sepanjang tahun.

Peneliti Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian di Bogor, Destika Cahyana SP MSc, di Jakarta, Rabu, mengatakan Indonesia memiliki daya yang kuat menghadapi prediksi cuaca ekstrem.

"Di Indonesia terdapat lahan kering dan lahan basah yang secara turun-temurun menjadi lahan pertanian termasuk padi," katanya.

Ia mencontohkan, bila terjadi kemarau panjang, padi dari lahan rawa akan surplus. "Sebaliknya bila terjadi kemarau basah maka panen padi gogo bagus," kata Destika.

Baca juga: BMKG: musim kemarau di Indonesia mulai April 2018

Kementerian Pertanian (Kementan) sendiri telah menyosialisasikan sistem pertanian yang adaptif terhadap perubahan iklim ekstrem.

Sebut saja melalui pertanian hemat air, pengaturan air oleh kelompok P3A (petani pengelola dan pemakai air), penggunaan bibit adaptif segala cuaca yang telah diuji multilokasi, serta dorongan peningkatan produksi yang mulai membaik.

"Intinya bagaimana pemerintah dapat memobilisasi pemimpin daerah untuk memprioritaskan lahan dan sarana prasarana produksi di daerah masing-masing sesuai prediksi iklim," katanya.

Sementara itu Direktur Institut Agroekologi Indonesia (INAgri) Syahroni mengatakan Bulog perlu mendapat dukungan penuh masyarakat karena bersikukuh menolak impor beras.

Menurut Syahroni, gudang Bulog terbukti penuh karena serapan gabah hasil panen optimal.

"Pemerintah tak usah khawatir, stok beras juga terdistribusi di masyarakat, petani, penggilingan, bahkan di pesantren-pesantren di pedesaan," tutur Syahroni.

Syahroni menduga ada mafia yang berusaha bermain dengan alasan stok pangan harus aman menjelang Lebaran di tahun politik dan kampanye pilpres.

"Tanpa impor pasti aman di seputaran lebaran. Beras zakat fitrah saja akan menjadi stok di setiap rumah tangga masyarakat yang menerima," kata Syahroni.

Terlebih di saat lebaran pangan juga tak melulu beras karena secara alami terjadi diversifikasi pangan lokal.

Pangan, menurut Syahroni, bukan persoalan jangka pendek, tapi persoalan jangka panjang terkait kedaulatan pangan nasional dan bangsa.

"Tentunya alasan lain juga tidak mendasar seperti menjaga kestabilan pangan karena cuaca ekstrem," kata Syahroni.

Baca juga: Peta lahan pertanian Indonesia kini tersedia online

Baca juga: Mentan: luas lahan padi bertambah 700 hektare

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2018