• Beranda
  • Berita
  • Politisi Golkar divonis 4 tahun penjara karena menyuap ketua pengadilan

Politisi Golkar divonis 4 tahun penjara karena menyuap ketua pengadilan

6 Juni 2018 14:12 WIB
Politisi Golkar divonis 4 tahun penjara karena menyuap ketua pengadilan
Anggota DPR periode 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subisder 2 bulan kurungan karena menyuap ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono. (ANTARA/Bernadeta Victoria)
Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR periode 2014-2019 dari fraksi Partai Golkar Aditya Anugrah Moha divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subisder 2 bulan kurungan karena menyuap ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Aditya Anugrah Moha telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama kesatu dan dakwaan kedua pertama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 4 tahun ditambah denda Rp150 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Mas`ud di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Putusan itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta Aditya Moha divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan karena menyuap Sudiwardono sebesar 110 ribu dolar Singapura dan menjanjikan 10 ribu dolar Singapura.

Vonis itu diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri dari Mas`ud, Hastoko, Haryono, Ugo dan Muhammad Idris Muhammad Amin berdasarkan dakwaan pertama kesatu dari pasal 5 ayat (1) huruf a dan dakwaan kedua pertama pasal 6 ayat 1 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001.

"Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan semangat masyarakat, bangsa dan negara dalam memberantas tindak pidana korupsi, terdakwa sebagai anggota DPR tidak memberi contoh teladan kepada masyarakat," kata hakim Ugo.

Uang itu diberikan dalam dua tahap yaitu sebesar 80 ribu dolar Singapura agar Sudiwardono sebagai ketua Pengadilan Tinggi Manado mengeluarkan perintah tidak melakukan penahanan dan tahap kedua sebesar 30 ribu dolar Singapura dari janji 40 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono sebagai ketua majelis banding agar ibunda Aditya Moha, Marlina Moha Siahaan dinyatakan bebas.

Mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan divonis 5 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan dengan perintah agar ditahan dalam kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD).

Aditya lalu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Manado. Kerabat Marlina, Wakil Ketua PT Palu Lexsy Mamonto lalu menyampaikan kepada Sudiwardono bahwa ada saudaranya yang meminta tolong.  Selanjutnya Sudiwardono dihubungi seseorang yang dipanggil "ustadz" yaitu Aditya yang kemudian memperkenalkan dirinya sebagai anggota DPR dan anak Marlina Moha.

Pertemuan keduanya dilakukan pada 7 Agustus 2017 di ruang kerja Sudiwardono. Aditya meminta bantuan Sudiwardono sebagai Ketua PT Manado agar tidak melakukan penahanan terhadap Marlina dengan alasan sakit yang berujung pada pemberian uang kepada Sudiwardono.

"Terdakwa benar memberikan kepada Sudiwardono ketua PT Manado di rumah Sudiwardono pada 12 agustus 2017 sebesar 80 ribu dolar Singapura dengan maksud agar Marlina Moha Siahaan tidak dilakukan penahanan dalam pemeriksaan banding dan pada 3 Oktober 2017 sebesar 30 ribu dolar Singapura di hotel Alila sehingga unsur memberi benar adanya," kata anggota majelis hakim Ugo .

Terhadap putusan itu Moha langsung menerimanya.

"Dengan mengucapkan bismillah dan setelah berdiskusi dengan penasihat hukum, Insya Allah di belakang ada istri dan keluarga besar saya, dan yang saya lakukan demi ibu saya, apa pun konsekuensinya saya bersedia demi memperjuangkan harkat dan martabat ibu saya sehingga apapun putusan majelis saya terima sebagai seorang anak," kata Aditya Moha.

JPU KPK menyatakan pikir-pikir selama 7 hari.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018