"Sebelum pemilihan, kami bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan juga Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menyelidi rekam jejak maupun transaksi keuangan dari calon tersebut," ujar Nasir di Jakarta, Rabu.
Hal ini ditempuh pemerintah agar rektor yang terpilih terbebas dari paham radikal dan akibatnya pemilihan rektor kerap molor dari waktunya.
Direktur Jenderal Kelembagaan Kemristekdikti Patdono Suwignjo menyatakan pendataan latar belakang calon rektor dilakukan secara saksama sehingga orang terindikasi radikalisme bisa dicegah menjadi rektor.
Disinggung pemilihan rektor di Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan, yang diduga ada indikasi kecurangan, Patdono mengatakan jika proses pemilihan rektor tidak sesuai dengan peraturan menteri maka kementerian bisa meminta pemilihan diulang.
"Kalau apa yang dilakukan melanggar peraturan menteri, kami bisa meminta agar pemilihan diulang. Contohnya jika pemilihan tidak sesuai dengan statutanya seperti anggota senat bukan perwakilan dari jurusan, fakultas, wakil rektor dan sebagainya. Maka kami bisa minta agar diulang," jelas Patdono.
Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR, Sofyan Tan, meminta Kemristekdikti memverifikasi ulang seorang calon rektor petahana karena diduga menggalan suara dengan menggunakan dana Bank Pembangunan Islam (IDB) pada 2017.
"Verifikasi ini sangat mendesak, karena rektor terpilih tentu akan mengelola dana besar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kalau dana APBN dikelola orang yang bermasalah, tentu akan melukai dan mencederai pendidikan itu sendiri," tegas Sofyan.
Baca juga: PPP prihatin radikalisme sudah masuk kampus
Pewarta: Indriani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2018