Pelaksana Tugas Kepala BBTNGL Hotmauli Sianturi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan kelahiran alami dua bayi orangutan tersebut terjadi tiga hari lalu, Senin (4/6), dari dua induk orangutan bernama Wati (12) dan Ratna (31).
Hal itu, katanya, menjadi pengalaman pertama Wati melahirkan, sedangkan bagi Ratna, hal tersebut merupakan anak yang kedelapan. Hingga saat ini, masih belum dapat diketahui jenis kelamin dari dua bayi orangutan tersebut, karena masih di bawah perlindungan yang kuat kedua induknya.
"Saat ini kami pun tidak terlalu memaksakan untuk mengetahui jenis kelamin bayi orangutan yang baru lahir tersebut, agar tidak terlalu memberi tekanan pada induk dan anakannya," kata Hotmauli.
PPOS merupakan bagian dari wilayah zona pemanfaatan TN Gunung Leuser yang digunakan untuk ekowisata dan umum dikunjungi turis lokal serta mancanegara.
Meskipun ramai dikunjungi, Hotmauli mengatakan keberadaan orangutan di lokasi tersebut tetap bergantung pada pakan alami yang ada di dalam kawasan, sebagai bentuk penerapan upaya konservasi seutuhnya.
Terkait dengan hal itu, BBTNGL melakukan monitoring rutin, termasuk ketersediaan pakan alami dan perkembangan populasi orangutan, sebagai bahan pertimbangan kegiatan pengkayaan habitat dan upaya konservasi lainnya.
Dalam studi paling komprehensif tentang orangutan di Kalimantan yang baru dilakukan tim periset dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology dan beberapa institusi lainnya, memperkirakan jumlah populasi orangutan akan melorot ke angka 75.000 hingga 100.000.
Persatuan Internasional Konservasi Alam (International Union for Conservation/IUCN) menyebutkan jumlah orangutan itu bisa turun menjadi 47.000 pada 2025 dari estimasi populasinya pada 2016 sekitar 105.000.
Orangutan Sumatra, spesies yang berbeda dari yang ada di Kalimantan, bahkan lebih terancam kepunahannya, sedangkan populasi diperkirakan 12.000 ekor.
Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018