Hal itu disampaikan Hanif saat menjadi keynote speaker pada Sidang Senat Terbuka Wisuda XIII Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bertemakan "Sumber Daya Manusia Unggul Menyongsong Era Industri 4.0" di Tangerang, Banten, Sabtu.
Pelibatan industri dalam penyusunan kurikulum, Hanif akan sangat efektif dan sesuai dengan kebutuhan yang menguasai pasar terakIni.
"Kalau kita tidak melakukan hal tersebut pasti ada ketidaksesuaian antara lulusan dengan tenaga yang dibutuhkan industri, " kata Hanif.
Hasil riset dari McKinsey Global Institute memaparkan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh secara global pada 2030. Hal ini disebabkan, pada masa itu nantinya Indonesia akan mengalami bonus demografi.
Hanif mengatakan, untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara perekonomian terbesar ketujuh di dunia, maka dalam 15 tahun ke depan, masih diperlukan penambahan tenaga terampil (skilled workers) sebanyak 3,8 juta orang setiap tahunnya. Data tahun 2015, tenaga terampil Indonesia sebanyak 56 juta orang.
Menurut Hanif, saat ini lulusan perguruan tinggi di Indonesia per tahun mencapai sekitar 800 ribu orang. Jika diasumsikan seluruh lulusan tersebut memiliki kompetensi yang bagus, jumlahnya masih kurang.
"Maka untuk menambah tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun, sudah terbukti tidak dapat hanya mengandalkan jalur pendidikan, tapi kita juga butuh terobosan dari pendidikan vokasi dan pelatihan kerja ," kata Hanif.
Hanif juga mengajak dunia kampus agar memperkuat STEMP (Science, Technology, Engineering and Math). Penguatan STEMP diperlukan agar generasi muda mampu menghadapi persaingan jika menggunakan big data di masa mendatang.
"Perguruan tinggi juga harus perkuat STEMP. Di luar itu kita kembali kepada bagaimana menggenjot pelatihan vokasi untuk menghadapi tantangan jangka pendek dan menengah, " kata dia.
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018