Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengatakan, anak dengan pertumbuhan badannya kerdil atau harus dicegah sejak dini untuk menghindari generasi yang tidak produktif di masa mendatang.
"Kalau anak yang lahir hari ini tidak diberikan asupan gizi yang baik, baik ibu dan anaknya, maka 20 atau 30 tahun yang akan datang generasi kita akan menjadi generasi yang kerdil. Bangsa yang punya generasi kerdil itu pasti produktivitasnya rendah," kata dia, saat membuka Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) XI di Jakarta, Selasa.
Kondisi tubuh kerdil biasanya disebabkan kekurangan asupan gizi yang diperoleh bayi dalam periode usia 1.000 hari. Kurangnya gizi itu bisa bersumber dari asupan ibu, sejak mengandung dan gejalanya bisa terlihat ketika sang anak berusia dua tahun.
Indonesia menjadi negara tertinggi ke-empat di dunia dengan anak kerdil, sehingga hal itu menjadi perhatian Pemerintah untuk menggalakkan kampanye pemenuhan gizi ibu hamil dan anak-anak.
"Jadi ini tentu menjadi tanggung jawab bersama, bagaimana perilaku harus kita ubah. Tentu sudah dijelaskan tentang penyebabnya, apa yang harus dilakukan, tentang asupan ASI dan gizi, dan juga layanan kesehatan. Oleh karena itu, kita ingin hidupkan lagi kampanye ini," kata Kalla.
Kurangnya asupan gizi pada anak itu menyebabkan sistem pertumbuhan menjadi terhambat, sehingga anak akan memiliki tubuh pendek dan kecil. Selain itu, perkembangan otak pada anak juga tidak maksimal sehingga membuat minat belajar berkurang.
"Ini bukan masalah sekarang, tetapi kita bicara akibat dari 'stunting' ini untuk 20 sampai 30 tahun ke depan. Kalau generasi kita kerdil, maka akan merusak produktivitas, merusak ekonomi masa depan," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, menjelaskan kasus malnutrisi, seperti gizi buruk dan stunting, masih menjadi masalah yang harus diselesaikan di Indonesia.
Ia mengatakan, sepertiga dari total jumlah balita di Indonesia mengalami kekerdilan, dan hal itu menyebabkan potensi kerugian ekonomi hingga tiga persen per produk domestik bruto setiap tahunnya.
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018