"Tadi kami sudah berbicara mengenai penggunaan teknologi kemudian melibatkan sektor swasta, kemudian melibatkan ormas-ormas Islam yang dengan cara itu kita harapkan pengurangan stunting ini bisa lebih dipercepat lagi," kata Presiden Joko Widodo di SDN Takil 01 kecamatan Caringin, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu.
Presiden Joko Widodo bersama Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim didampingi Menteri Koordinator bidang Perekonomian Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Pendidikan dan Kebudayan Muhadjir Effendy dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung berkunjung ke SDN Tangkil 01 untuk melihat program yang sudah dikerjakan pemerintah untuk menanggulangi stunting.
"Kenapa Presiden Bank Dunia kita ajak? Karena mereka memiliki pengalaman-pengalaman yang banyak, yang panjang di negara-negara lain yang kita harapkan nanti ini bisa kita diskusikan bersama dengan bank dunia. Saya ingin menunjukan program pengurangan kekerdilan atau stunting yang telah kita lakukan dengan pemberian makanan tambahan dan kampanye-kampanye lewat posyandu," tambah Presiden.
Presiden berharap agar program-program dan solusi itu tidak hanya dapat mengurangi stunting bukan hanya di kabupaten Bogor tapi juga di provinsi lain.
"Intinya kita ingin menggunakan teknologi, melibatkan sektor swasta, menggunakan inovasi-inovasi baru, melibatkan ormas-ormas Islam dan agama lain untuk pengurangan stunting ini secepat-cepatnya," ungkap Presiden.
Saat kunjungan itu, Presiden juga sempat berdialog dengan para kader posyandu Kenanga 02 dan para ibu yang memiliki anak-anak bawah lima tahun (balita) maupun bawah tiga tahun (batita). Presiden menggendong 4-5 anak sambil berdialog dengan ibu mereka.
Presiden Jokowi dan Presiden Kim juga membagi-bagikan buku kepada anak-anak yang hadir di sekolah tersebut.
Selain berdialog, Presiden mencoba "snack bar" bernama "Pro Barz" rasa pisang yang merupakan makanan percontohan plant bakery non gandung Pusat Pengembangan TTG LIPI, Subang.
Di Indonesia tercatat 7,8 juta dari 23 juta balita adalah penderita stunting atau sekitar 35,6 persen. Sebanyak 18,5 persen kategori sangat pendek dan 17,1 persen kategori pendek. Ini juga yang mengakibatkan WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi buruk.
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun.
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0 sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus dua (stunting sedang dan berat) dan minus tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak menurut WHO.
Stunting tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah dengan jumlah mencapai 16,9 persen dan terendah ada di Sumatera Utara dengan 7,2 persen.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting dari status awal 32,9 persen turun menjadi 28 persen pada tahun 2019.
Untuk pengurangan angka stunting, pemerintah juga telah menetapkan 100 kabupaten prioritas yang akan ditangani di tahap awal, dan kemudian dilanjutkan 200 kabupaten lainnya.
Berdasarkan catatan Bappenas, permasalahan gizi buruk menyebar di seluruh wilayah dan lintas kelompok pendapatan. Artinya, permasalahan stunting dan gizi buruk tidak hanya dialami masyarakat ekonomi lemah, namun juga masyarakat menengah ke atas. Penyebabnya adalah pemahaman masyarakat yang salah terkait kebutuhan nutrisi anak. Baca juga: Presiden Jokowi dan Presiden Bank Dunia bahas solusi masalah gizi anak
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018