Kepala SKIPM Gorontalo, Hamzah di Gorontalo, Sabtu, mengatakan jumlah tersebut semakin meningkat dari tahun-tahun sebelumnya.
"Kami mendata pada bulan Januari ekspor tuna sebanyak 2,5 ton, Februari, 1,5 ton, Maret 2,1 ton, April 2 ton, Mei 2,4 ton dan Juni 1,3 ton," jelasnya.
Ia mengungkapkan saat ini di Provinsi Gorontalo baru lima unit pengolahan ikan (UPI) yang bisa melakukan ekspor karena sudah memiliki sertifikat.
"Untuk ekspor hasil perikanan, setiap UPI harus memiliki sertifikat Hazard Analysis & Critical Control Point (HACCP)," tegasnya.
HACCP adalah metode operasi terstruktur yang dikenal secara internasional yang bisa membantu organisasi dalam industri makanan dan minuman untuk mengidentifikasi risiko keamanan pangan, mencegah bahaya dalam keamanan pangan, dan menyampaikan kesesuaian hukum.
Ia mengatakan stasiun karantina selalu melakukan monitor atau pemantauan terkait dengan perizinan, karena ekspor merupakan hal yang berbeda dengan domestik.
"Ekspor itu harus lebih aman karena berkaitan dengan pengiriman antarnegara, kita dari sisi karantina selalu mendorong dan selalu membantu untuk mempermudah semua proses yang berkaitan dengan ekspor," ungkapnya.
Ia menambahkan, sebelum dikirimkan atau diberikan izin pihaknya melakukan monitor setiap bulannya, artinya ada inspeksi ke tempat pengolahannya dan harus pemeriksaan dimana tempat pemrosesannya dilakukan.
Kemudian, akan ada pemeriksaan laboratorium yang tentunya akan menjadi jaminan untuk diberikan sebagai salah satu syarat penerbitan sertifikat.
"Kita selalu mendorong masyarakat disini untuk melakukan usaha dibidang perikanan, caranya dengan memberikan informasi untuk mempermudah semua perijinan dan sertifikat yang akan diterbitkan," ujarnya.
Pewarta: Adiwinata Solihin
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018