Kursus salon TKI Taiwan butuh dukungan biaya

10 Juli 2018 02:33 WIB
Kursus salon TKI Taiwan butuh dukungan biaya
Buruh migran Sri Purwati (34) kursus potong rambut di Upskill Center, Taipei, sementara orang tua yang dirawatnya menanti di belakang (kiri). (ANTARA/Erafzon SAS)

Kami mendatangkan pelatih rias profesional yang menerapkan standar tinggi agar TKI usai berlatih bisa membuka salon dengan kualifikasi profesional,"

Taipei (ANTARA News) - Kursus salon bagi buruh migran (TKI) di Taipei membutuhkan dukungan biaya agar pesertanya yang hanya dua orang bisa lebih banyak lagi.

Karen Hsu, dari NGO Global Workers Organization, Taiwan, di Taipei, Senin, mengatakan pelaksanaan kursus tata rias bagi TKI terbentur biaya karena peserta harus memiliki peralatan tata rias, seperti gunting pemotong rambut yang baik, seperti yang dimiliki perias salon profesional

"Kami mendatangkan pelatih rias profesional yang menerapkan standar tinggi agar TKI usai berlatih bisa membuka salon dengan kualifikasi profesional," ujar Karen, mantan wartawan yang kini aktif di LSM pemberdayaan TKI.

Biaya tambahan juga diperlukan saat praktik, seperti boneka, rambut palsu dan perangkat tata rias lainnya.

Dampaknya, meski minat kursus potong rambut cukup tinggi di Upskil Center, Taipei, tetapi hanya dua peserta yang menjadi peserta kursus. Berbeda dengan kursus ketrampilan khusus TKI lainnya, seperti kursus bahasa mandirin yang mencapai 45 orang dan kursus cara membuat minuman "buble tea" yang saat ini sedang populer.

Salah satunya Sri Purwati (34) yang sudah enam tahun menjadi perawat orang tua di rumah majikannya. TKI asal Pacitan itu berencana mandiri setelah kembali ke tanah air dengan membuka salon di kampung halamannya.

Wati, yang membawa asuhan (orang tua majikan) ke tempat kursus, membayar sendiri biaya kursusnya. "Saya suka menata rambut, jadi ingin ikut kursus agar hobi menata rambut jadi pekerjaan serius nantinya," ujar ibu satu anak usia 9 tahun di tanah air itu.

Majikan mengijinkan orang tua yang diasuh Wati untuk dibawa ke tempat kursus. Asuhan Wati itu berusia 85 tahun dan menderita Alzhemeir, tidak bisa berbicara tetapi bisa memahami perkataan lawan bicaranya.

Sebelumnya Wati ikut kursus bahasa Mandarin dan Bahasa Inggris. TKI tamat SMP itu juga sedang mengikuti Kejar Paket C untuk mendapat ijazah SMA yang diselenggarakan Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI).

Pemerintah Taiwan dan KDEI bekerja sama untuk meningkatkan ketrampilan TKI. Kursus lainnya adalah e-comerce. Pemerintah Taiwan menginginkan terjadi interaksi antara TKI formal, dengan pekerja asal Vietnam, Filipina dan pekerja asal negara lainnya, juga dengan pemuda Taiwan membangun jaringan bisnis yang berbasis internet.

"Pekerja asing, termasuk TKI adalah bagian dari masyarakat kami. Kami berharap mereka menjadi penguat kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi jaringan binis yang kuat dan saling menguntungkan," ujar salah satu pejabat Taiwan kepada media.

Pewarta: Erafzon Saptiyulda
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2018