• Beranda
  • Berita
  • LIPI selesaikan kajian pemulihan ekosistem Danau Toba

LIPI selesaikan kajian pemulihan ekosistem Danau Toba

11 Juli 2018 01:15 WIB
LIPI selesaikan kajian pemulihan ekosistem Danau Toba
Beberapa orang anak berenang di pinggiran Danau Toba, Parapat, Simalungun, Sumatera Utara, Jumat (27/10/2017). Pemerintah terus melakukan pengembangan pariwisata ke Danau Toba diantaranya membangun infrastruktur menuju kawasan Danau Toba, yang kini menjadi salah satu dari 10 tujuan wisata prioritas di Indonesia. (ANTARA FOTO/Irsan Mulyadi)
Jakarta (ANTARA News) - Tim peneliti Pusat Penelitian (Puslit) Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyelesaikan kajian ekosistem untuk memulihkan kualitas air di Danau Toba.

Kepala Pusat Penelitian Limnologi LIPI Fauzan Ali di Jakarta, Selasa mengatakan peneliti-peneliti dari Puslit Limnologi meneliti di Danau Toba sejak 2009, melakukan kajian hidrodinamika yang merupakan syarat utama pemahaman sistem danau.

Dengan hidrodinamika peneliti mempelajari pola arus dan pola pergerakan material di danau. Selain itu, dengan hidrodinamika peneliti mencari tahu modal awal penentuan zonasi pemanfaatan ruang di badan air danau.

Dengan berpegang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2014 yang menetapkan Danau Toba sebagai tujuan wisata maka sejumlah persoalan harus diselesaikan, salah satunya mengembalikan kondisi kualitas air danau yang menurun.

LIPI, lanjutnya, memberikan rekomendasi batasan jumlah produksi ikan per tahun dengan memperhitungkan daya dukung lingkungan Danau Toba yang terletak di tujuh kabupaten di Sumatera Utara.

Batasi KJA

Peneliti hidrodinamika dan kualitas air Puslit Limnologi LIPI Hadiid Agita Rustini mengatakan berdasarkan beberapa hasil simulasi interaksi komponen-komponen penyusun ekosistem Danau Toba, baik secara fisik, biologi, kimia hingga meteorologi didapatkan bahwa untuk mendapat kualitas air pada kondisi oligotrofik sesuai rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara maka jumlah keseluruhan keramba jaring apung (KJA) tidak boleh lebih dari 543 unit.

Jika dengan teknik budi daya yang digunakan saat ini produksi ikan per KJA mencapai 2,63 ton per tahun, maka produksi ikan dari Danau Toba per tahun hanya boleh mencapai 1.428 ton. Angka tersebut, ujar Agita, sangat jauh di bawah rekomendasi pemerintah dan kajian-kajian sebelumnya yang menetapkan kebijakan total produksi KJA yang diperbolehkan di danau terbesar di Indonesia ini mencapai 10.000 ton per tahun.

Berdasarkan data citra satelit Spot 7 pada 2016, terdapat sekitar 11.282 unit KJA di Danau Toba, dan 80 persen berada ada di wilayah Kabupaten Simalungun, bahkan kepadatannya mencapai sekitar 1000 KJA per 300 x 300 meter.

Baca juga: Ekosistem Hutan Sekitar Danau Toba Harus Dipulihkan

Agita mengatakan kotoran atau feses dari ikan yang membuat kondisi perairan danau vulkanik yang terletak di tujuh kabupaten di Sumatera Utara ini buruk. "Kalau ada yang bilang itu dari pakan ikannya, saya rasa pembudidaya sangat memperhitungkan sisi ekonominya, tidak mungkin memberikan pakan terlalu banyak sehingga terbuang-buang," katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pola arus di lapisan pertama air dengan kedalaman hingga satu meter dari permukaan danau mencapai 0,03 meter per detik. "Kesannya memang kecil, tapi ini air yang bergerak, jadinya besar sekali arusnya," katanya.

Lokasi KJA, menurut dia, berada di perairan dengan pola arus cenderung kecil, sehingga bahan polutan cenderung menetap di lokasi tersebut. Halanggaol menjadi daerah yang paling besar mengalami kerusakan, kondisi perairan oligotrofik hanya ditemui di kedalaman lebih dari 10 meter.

Dari simulasi yang telah dilakukan LIPI juga diketahui bahwa 22 aliran sungai yang mengarah ke Danau Toba tidak mencemari danau tersebut karena hanya mencapai tepian saja. Dan jika KJA ditekan hanya mencapai 500 unit maka perairan danau akan kembali baik, ujar Agita.

Baca juga: Danau Toba Layak Jadi Kawasan Strategis Nasional

Pewarta: Virna Puspa S
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018