Komisioner KPU temui Presiden

11 Juli 2018 11:57 WIB
Komisioner KPU temui Presiden
Komisioner Komisi Pemilihan Umum menemui Presiden Joko Widodo untuk membicarakan sejumlah hal mengenai pilkada di Istana Merdeka Jakarta pada Rabu (11/7). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)
Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta, Rabu, antara lain untuk membicarakan beberapa hal mengenai pemilihan kepala daerah (pilkada).

Didampingi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung dan Staf Khusus bidang Komunikasi Johan Budi SP, Presiden menemui Ketua KPU Arief Budiman serta komisioner Ilham Saputra, Evi Novida Ginting Manik, Pramono Ubaid Tanthowi, Hasyim Asy'ari dan Virdan

Pertemuan antara lain mencakup pembahasan mengenai pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan peraturan-peraturan KPU seperti PKPU No 20 tahun 2018 tentang Pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.

PKPU yang dikeluarkan 30 Juni 2018 itu antara lain menyebutkan bahwa bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap; bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, atau korupsi (pasal 7 ayat 1 butir g dan h).

Menurut ketentuan itu, KPU membolehkan para mantan narapidana itu untuk mencalonkan diri dengan syarat mengumumkan status pemidanaan mereka kepada publik sebagaimana pasal 7 ayat 4 dalam PKPU.

"Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, dikecualikan bagi: (a) mantan terpidana yang telah selesai menjalani masa pemidanaannya, dan secara kumulatif bersedia secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang, serta mencantumkan dalam daftar riwayat hidup; dan (b) terpidana karena kealpaan ringan (culpa levis) atau terpidana karena alasan politik yang tidak menjalani pidana dalam penjara, dan secara terbuka dan jujur mengumumkan kepada publik" demikian bunyi pasal tersebut.

Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly semula menolak menandatangani PKPU tersebut namun akhirnya menandatanganinya pekan lalu.

Baca juga: MA sudah terima tiga permohonan pengujian PKPU
Baca juga: Kemendagri hormati keputusan Kemenkumham terkait PKPU pencalonan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018