• Beranda
  • Berita
  • BKPM: Investor tunda investasi karena rupiah melemah

BKPM: Investor tunda investasi karena rupiah melemah

12 Juli 2018 17:18 WIB
BKPM: Investor tunda investasi karena rupiah melemah
Lembaran mata uang rupiah dan dolar Amerika Serikat diperlihatkan di salah satu jasa penukaran valuta asing di Jakarta, Senin (2/7/2018). Rupiah ada di Rp14.375 per dolar AS atau terdepresiasi 50 poin atau 0,35 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya yang berada pada nilai Rp14.325. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong, mengatakan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang melemah belakangan membuat investor menunda investasi mereka.

Lembong,  seusai acara Investment Award 2018 di Jakarta, Kamis, mengatakan, penundaan investasi karena faktor pelemahan rupiah tidak serta merta membuat investor batal menanamkan modal di Indonesia.

"Saya kira kalau batal bukan karena kurs rupiah. Batal biasanya karena dia pilih negara lain, negara saingan. Kalau menunda, iya, pasti," ujarnya.

Ia bilang, jika tren investasi melemah saat pelemahan nilai tukar rupiah, maka bisa jadi investor akan menunda hingga situasi lebih stabil.

"Investasi melambat, kalau itu pun terjadi biasanya karena penundaan, kaget dengan gejolak rupiah, lalu menunda dulu sampai situasi lebih stabil," katanya.

Meski tidak akan berpengaruh besar terhadap investor yang melakukan penundaan, dalam catatan BKPM hal itu akan sangat mempengaruhi catatan capaian investasi nasional.

Pasalnya, BKPM mencatat capaian realisasi investasi per kuartal sehingga penundaan investasi akan berdampak pada fluktuasi capaian realisasi nasional.

"Kita kan mempublikasikanangka realisasi secara kuartal (per tiga bulan). Jadi kalau ada investor besar yang menunda sampai enam bulan, buat kita angka per kuartal bisa sangat besar," katanya.

Kendati demikian, dia menuturkan, tertekannya nilai tukar terhadap dolar Amerika Serikat tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di sejumlah negara-negara berkembang.

"Sejak dimulainya perang dagang, semua mata uang negara berkembang sangat tertekan. Mulai dari Argentina, Turki, Pakistan, India, Filipina, Indonesia, semuanya sangat tertekan. Itu faktor teknis," katanya.

Ia juga mengakui kondisi ekonomi cukup berat karena gejolak rupiah ditambah perang dagang Amerika Serikat dan negara ekonomi besar yang semakin mengalami eskalasi.

"Kami `all out` dan mengapresiasi langkah presiden untuk menggelar sidang kabinet membahas ini selama empat jam untuk bersama mencari solusi supaya bisa mempertahankan laju inveatasi dan arus modal masuk di tengah kondisi penuh ketidakpastian," katanya.

Pewarta: Ade Junida
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018