"Langkah revisi ini perlu dilakukan untuk mengoptimalkan peran zakat bagi pemberdayaan masyarakat Indonesia," kata Sulton dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Menurut Sulton, UU Zakat sudah waktunya direvisi mengingat antusiasme masyarakat Muslim yang tinggi, sementara institusi pengelola zakat mempunyai keterbatasan yang kompleks.
"Pertumbuhan zakat terus meningkat sementara institusi zakat kalah jauh dengan Ditjen Pajak," kata dosen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia Jakarta itu.
Ia menyarankan agar pemerintah segera menginisiasi penggabungan institusi zakat dengan pajak untuk mendorong institusi zakat menjadi pengelola zakat yang mampu berkontribusi secara optimal dalam pemberdayaan masyarakat.
"Urgensi penggabungan institusi zakat dan pajak itu untuk profesionalitas, efisiensi dan transparansi. Sudah saatnya zakat didukung teknologi canggih, aparatus yang kuat mulai dari aparat administrasi, pengawas, pemeriksa hingga penegak hukum," katanya.
Menurut Sulton, saat zakat dan pajak dikelola oleh Kementerian Keuangan maka penerimaan negara semakin bervariasi, tidak lagi hanya pajak dan penerimaan bukan pajak. Negara pun semakin kokoh karena mampu menyelesaian dikotomi Islam dan sekuler.
"Asas keadilan pun semakin nyata dengan adanya formula penggabungan objek zakat dan objek pajak, tidak ada lagi `pajak ganda`, bayar zakat dan bayar pajak. Keduanya saling melengkapi," ujar Sulton.
Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2018