Mulai tahun lalu, pelaksanaan PPDB sekolah negeri terbagi dua, yakni tingkat SD dan SMP sederajat yang ditangani pemerintah kabupaten/kota, sementara jenjang SMA dan sederajat ditangani pemerintah provinsi.
Untuk PPDB SMA dan sederajat di Jateng, pada tahun ini juga dilakukan secara "online" yang diikuti 35 kabupaten/kota dengan proses yang berlangsung mulai 1 s.d. 11 Juli 2018 tanpa perlu mendaftar langsung ke sekolah.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jateng pun sudah menetapkan kuota siswa pada tahun ajaran baru ini, yakni SMA sebanyak 28.430 siswa (3.211 kelas), sementara SMK sebanyak 2.772 kelas dengan kuota 40.343 siswa.
Secara teknis, sistem "online" yang diterapkan dalam PPDB SMA/SMK Jateng 2018 tidak menemui kendala berarti. Akan tetapi, polemik yang muncul justru pada jatah kursi untuk siswa miskin yang disediakan sekolah.
Peraturan Gubernur Jateng Nomor 64/2018 tentang PPDB SMA/SMK di Jateng sudah menetapkan kuota siswa miskin atau tidak mampu yang wajib diterima sekolah paling sedikit 20 persen dari daya tampung.
Dijelaskan pula bahwa calon peserta didik dari ekonomi tidak mampu dibuktikan dengan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang diterbitkan kepala desa dan diketahui camat, atau bukti lain yang diterbitkan pemerintah atau pemerintah daerah.
Realita di lapangan, jumlah pendaftar SMA/SMK yang melampirkan SKTM membeludak, sebagaimana temuan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Semarang yang membuka Posko Layanan Pengaduan PPDB Kota Semarang dan Provinsi Jawa Tengah 2018/2019.
Berdasarkan data Pattiro Semarang, pendaftar SMA yang menggunakan SKTM per 5 Juli 2018 mencapai 25.720 orang, sementara pendaftar SMK yang juga melampirkan SKTM mencapai 39.425 orang yang totalnya berarti lebih dari 65.000 pendaftar.
Ketua Posko Layanan Pengaduan PPDB Kota Semarang dan Jateng dari Pattiro M. Syofii menyebutkan banyaknya pengguna SKTM itu terindikasi tidak seluruhnya siswa miskin sebab ada siswa dari keluarga mampu menggunakan supaya bisa diterima.
Jumlah pengguna SKTM sebanyak itu tersebar di berbagai daerah, seperti Kabupaten Semarang (48,95 persen), Rembang (31 persen), Karanganyar (30 persen), dan yang paling sedikit Sragen sebanyak 11,42 persen.
Dibandingkan PPDB SMA/SMK yang ditangani provinsi, diakuinya, PPDB SD dan SMP yang ditangani pemerintah kabupaten/kota, seperti Kota Semarang lebih baik, baik dari regulasinya maupun "database" siswa miskin, sehingga meminimalisasi penggunaan SKTM.
Dalam regulasi yang mengatur PPDB SMA/SMK, baik pergub maupun peraturan kepala disdikbud, penerbitan SKTM sebenarnya sudah diatur, yakni harus selektif dan melalui verifikasi, termasuk sanksi dibatalkan jika terbukti SKTM yang dilampirkan tidak sesuai dengan realitas.
Sekolah kemudian diperintahkan melakukan verifikasi terhadap calon siswanya yang ber-SKTM. Namun, berdasarkan data Pattiro mencatat jumlah pengguna SKTM bertambah 4.672 orang pascaverifikasi dengan data jumlah siswa saat penutupan pendaftaran 6 Juli lalu.
Sekolah, dinilai Syofii tidak optimal melakukan verifikasi terhadap pengguna SKTM karena waktu yang pendek antara verifikasi dan waktu pengumuman, sementara jumlah pengguna SKTM sangat besar, belum lagi karena keterbatasan SDM.
Implikasi SKTM Manipulatif
Persoalan penggunaan SKTM manipulatif untuk mendaftar sekolah sebenarnya tidak hanya terjadi pada PPDB SMA/SMK Jateng tahun ini, sebab pada PPDB SMA/SMK Jateng 2017 juga sudah ditemukan, tetapi tidak sefantastis temuan tahun ini.
Pada PPDB SMA/SMK tahun lalu, Disdikbud Jateng juga pernah membatalkan status penerimaan siswa terhadap 168 calon peserta didik pengguna SKTM manipulatif, terdiri atas 90 SKTM di jenjang SMA dan 78 SKTM di jenjang SMK.
Sanksi dibatalkan status penerimaan sudah jelas disebutkan jika terbukti SKTM yang dilampirkan manipulatif. Akan tetapi, implikasi manipulasi SKTM tidak hanya berhenti begitu saja karena menyangkut nasib siswa yang dibatalkan, banyaknya kursi menjadi kosong, hingga ancaman pidana.
Dari kepolisian, Kapolda Jateng Irjen Pol. Condro Kirono menegaskan pemanipulasi SKTM yang digunakan sebagai syarat agar diterima sebagai siswa bakal ditindak tegas sesuai dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun.
Jenderal bintang dua itu merasa prihatin karena ada yang memanfaatkan kebijakan bagi masyarakat kurang mampu, apalagi temuan di setiap kabupaten ternyata relatif cukup banyak, yakni mencapai lebih dari 200 kasus.
Di tingkat Polda maupun polres, Condro memastikan sudah dibentuk tim untuk penanganan perkara tersebut dengan kewenangan Direktorat Reserse Kriminal Umum untuk tingkat polda dan satuan reserse kriminal untuk tingkat polres.
Ancaman pidana bagi siapa saja yang terlibat dalam "jual-beli" SKTM dalam PPDB SMA/SMK juga ditegaskan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo seiring dengan banyaknya penyalahgunaan SKTM yang sudah ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual oleh sekolah.
Diakui politikus PDI Perjuangan itu, berdasarkan data yang diterimanya bahwa jumlah calon siswa yang sudah dicoret karena terindikasi menggunakan SKTM "abal-abal" dan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya mencapai ribuan calon siswa.
"Kalau ada yang terlibat `jual-beli` SKTM dalam proses PPDB akan saya pidanakan. Namun, saya tidak terburu-buru, akan saya didik dan bina dahulu," katanya usai membuka Kegiatan Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) di Magelang, Selasa (10/7).
Kepada orang tua calon siswa yang mendaftarkan putra/putrinya, Ganjar mengharapkan untuk tetap mengutamakan kejujuran terkait dengan penggunaan SKTM sebagai salah satu syarat yang diperuntukkan hanya bagi masyarakat yang tidak mampu.
Implikasi terhadap pendidikan, pembatalan status penerimaan siswa terkait dengan manipulasi SKTM akan membuat banyaknya kekosongan kursi di jenjang SMA/SMK, sebagaimana diungkapkan Syofii yang juga Koordinator Bidang Layanan Publik dan Anggaran Pattiro Semarang.
Setelah tercoretnya puluhan ribu pengguna SKTM manipulatif, disebutkannya, akan terjadi banyak kekosongan kursi di SMA/SMK sehingga memunculkan pertanyaan selanjutnya tentang bagaimana mekanisme pengisiannya. Misalnya, bisa saja dilakukan PPDB tahap kedua.
Kalaupun PPDB tahap kedua dilaksanakan, Syofii mempertanyakan mekanismenya karena belum diatur dalam pergub maupun peraturan kadisdikbud yang dikhawatirkan akan membuka peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam seleksinya.
Ia mengatakan bahwa pihaknya merekomendasikan untuk memublikasikan secara luas kuota dari kursi kosong akibat SKTM palsu.
"Mekanisme pengisiannya apakah calon siswa yang masuk cadangan otomatis naik atau bagaimana? Pada hari Senin (16/7), mereka sudah masuk sekolah," pungkasnya.
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018